Pages

Tuesday, March 27, 2012

Lunturnya Budaya Membaca

Ketika kita tanpa sengaja melihat buku bacaan bergambar di depan kita, bayangan kita seolah terbawa arus memori masa lalu yang tergambar jelas, disaat kita beranjak tumbuh dewasa, betapa senang dan bahagianya dimasa kecil kita dihiasi dengan membaca, tanpa diperintah kita membolak balik halaman demi halaman untuk memperoleh pengetahuan didalamnya, apalagi bacaan yang mengandung kisah jenaka, semacam Si Kancil mencuri timun dan cerita jenaka yang lainnya, pikiran kita melayang jauh di masa lalu yang penuh canda dan tawa, setelah masa kecil berlalu, budaya membaca semakin langka, adakalanya membaca karena terpaksa, demi menyelesaikan tugas kuliah atau mencari materi tentang sesuatu yang memang dibutuhkan di saat itu, sehingga merasa cukup setelah selesai mendapatkannya. Dibutuhkan kesadaran dalam memupuk dan melestarikan budaya membaca ini, suatu langkah dalam mencari dan memperoleh suatu hal yang baru, mengolah dan menciptakan peluang untuk berkembang menjadi maju, membaca menjadikan kita lebih peka terhadap perkembangan pengetahuan, kadang kala kita tidak menyadarinya, dengan membaca otak kita bekerja untuk merekam hal baru yang kita terima, sehingga banyak hal-hal baru yang terserap dalam memori otak kita dan membuat ilmu kita terus bertambah, jadikanlah budaya membaca mengisi hari-hari kita. Suatu kegiatan yang sangat bermanfaat bagi kita, kita bisa memulai dari diri kita sendiri, bagaimana kita menjadikan budaya membaca adalah kebutuhan untuk menambah pengetahuan yang kita miliki,ketika kita membaca dan memperoleh pengetahuan yang baru maka otak akan mengolah hasil bacaan kita, kemudian menyimpannya didalam otak kita untuk diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Berbagai buku bacaan sangat mudah kita peroleh saat ini, berbagai macam buku terjemahan dari para penulis terkenal bisa dengan mudah kita dapati, di berbagai perpustakaan terdapat berbagai bagai macam buku pengetahuan baik yang ditulis oleh penulis lokal ataupun luar negeri, sungguh malang nasib buku-buku tersebut jika masih berjajar rapi dan hanya dihiasi debu kotor, kadang kala hanya sebagai pajangan saja, sungguh ironis sekali melihat kenyataan yang terjadi seperti sekarang ini, buku-buku yang mengandung kekayaan intelektualitas penulisnya terbengkalai tanpa kita tahu isi kandungan ilmu didalamnya, seolah buku itu tidak berguna,disebabkan karena kita malas membaca, kenyataan seperti ini mengikis habis budaya gemar membaca yang sangat bermanfaat bagi kita semua. Sudah saatnya bagi kita semua, memupuk dan melestarikan budaya membaca agar tidak terkikis habis, membaca membawa kita menembus luasnya cakrawala pengetahuan dunia, dengan membaca kita bisa menggenggam peradaban dunia, budaya membaca membawa kita menambah wawasan pengetahuan kita. Dari tahun ke tahun semakin banyak media untuk mempermudah kita untuk membaca, tidak hanya buku saja, diantaranya kita mengenal buku digital atau kata istilahnya ebook, dengan menggunakan ebook ini kita memiliki fasilitas yang mempermudah kita dalam membaca, didalamnya bisa menyimpan atau menjadi perpustakaan buku digital, kita bisa memilih buku apa yang akan kita baca dengan mudahnya, sehingga begitu efektif untuk membaca berbagai buku dalam bentuk digital tanpa harus membawa buku aslinya. Walaupun tidak semua buku versi aslinya ada dalam bentuk digital dan tidak semua orang memiliki ebook karena mungkin belum terjangkau oleh beberapa kalangan dari kita. Ketika peradaban Eropa diselimuti kegelapan, para bangsawan Eropa berbondong-bondong menerjemahkan kitab-kitab dari penulis terkenal dari belahan dunia lainnya, seperti Ibnu Sina, Aljabar dan lainnya, yang tak lain adalah ilmuwan Muslim yang terkenal saat itu karena berhasil mencapai masa keemasan ilmu pengetahuan dan menghasilkan karya intelektualitas yang tinggi. Terjemahan kitab-kitab kedalam bahasa latin itu kemudian disebarkan ke penjuru Eropa untuk dibaca dan dipelajari sehingga sedikit demi sedikit bangsa Eropa bisa bangkit dari masa kegelapan dan menjadi bangsa yang besar dan berpengaruh di masa kini. Banyak diantara kita yang sulit membaca bukan karena faktor buta huruf, akan tetapi disebabkan malas atau semacamnya, selama kita bisa memahami dan mengerti akan manfaat membaca buat diri kita, maka sepantasnya kita harus berusaha memupuk kesadaran membaca kita agar tidak mudah luntur, sehingga budaya membaca terpelihara dan kita menularkannya kepada keluarga, kerabat dan rekan kerja demi melestarikan budaya membaca bagi kepentingan bersama, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk memupuk budaya membaca kepada masyarakat, dengan di luncurkannya perpustakaan keliling, untuk mempermudah masyarakat mengaksesnya, berbagi macam buku bacaan dipinjamkan secara gratis untuk masyarakat, supaya kegiatan gemar membaca mewabah diantara masyarakat kita, dan hasilnya masyarakat kita memperoleh pengetahuan yang baru dengan kegiatan membaca ini, marilah kita bersama-sama bahu membahu memupuk kesadaran membaca dan melestarikannya sedari dini.

Mahasiswa BSA Jalani Ujian Skripsi

Ujian skripsi pada bulan ini, hari senin tertanggal 26 maret 2012 dilaksanakan bagi mahasiswa jurusan bahasa dan sastra arab hingga tiga hari kedepan, ujian skripsi kali ini diikuti sekitar 14 mahasiswa tingkat akhir yang telah menyelesaikan seminar proposal dan ujian kompherensif, terdiri dari 11 mahasiswa/i angkatan 2008 dan sisanya mahasiswa angkatan diatasnya yang belum menyelesaikan ujian skripsi. Bertempat di Kantor Jaminan Mutu (KJM) Lt. 2 Fakultas Humaniora dan Budaya, ujian skripsi dibagi atas dua ruang, ruang pertama terdiri dari Ust. Marzuki Mustamar, Ust. Sony Fauzi dan Ust. Wildana Wargadinata sebagai penguji utama, ruang kedua diisi oleh Ust. Faisol Fatawi, Ust. Aunul Hakim dan Ustd. Muasshomah.
Suasana tampak begitu tegang, hal itu bisa dilihat dari raut wajah beberapa mahasiswa peserta ujian skripsi, tampak perasaan gugup, cemas, khawatir bahkan agak tegang, mungkin sebagai pengalaman pertama kali ataupun ujian skripsi dinilai sebagai tantangan yang sangat menguji adrenalin peserta mengingat disinilah saatnya mereka membuktikan jerih payahnya selama menempuh pendidikan strata satu, bahkan nasib nilai akademisnya dipertaruhkan, baik buruknya usaha mereka tergantung seberapa matang mereka mempersiapkan materi dalam ujian skripsi kali ini.
Salah seorang mahasiswi yang ikut berjuang dalam ujian skripsi, sebut saja Erni Sulistiya panggilan sehari-harinya, dia menuturkan awalnya agak nervous, perasaan khawatir tidak karuan, tegang. Akan tetapi kesan itu hilang sesaat setelah mengikuti ujian skripsi, hal itu karena apa yang saya bayangkan sebelumnya hilang begitu mengetahui ujian skripsi seperti kegiatan sharing atau bertukar ilmu didalamnya, jadinya enjoy begitu mengikuti ujian skripsi, mengingat saya persiapkan materi yang akan diujikan dengan sangat matang. Begitu komentarnya mengenai pengalaman pertama mengikuti ujian skripsi. Tidak begitu dengan salah seorang mahasiswi yang tidak mau disebutkan namanya, dia terlihat meneteskan air mata, air mata penuh tanda tanya karena tidak diketahui pasti apakah dia bersedih atau malah bahagia karena telah menyelesaikan ujian skripsi.
Salah seorang penguji utama, Ust. Marzuki Mustamar ketika ditanyai komentar mengenai jalannya ujian skripsi kali ini, beliau menuturkan bahwa mahasiswa dharapkan serius, bersungguh-sungguh dan berperilaku jujur dalam mengikuti ujian skripsi, etika mahasiswa seperti itu haruslah diterapkan, mempersiapkan materi yang akan diujikan secara matang, penguasaan materi sangat penting dalam mengikuti ujian skripsi. Begitupun juga dengan dosen penguji utama diharapkan tidak membedakan mahasiswa antara satu dengan yang lain, jujur, serius dan juga objektif, sehingga tidak mempengaruhi nilai akademis mahasiswa tersebut. Begitu komentar yang beliau berikan. Ketika beliau ditanya mengenai kemampuan mahasiswa yang mengikuti ujian skripsi, beliau berpendapat bahwa beberapa mahasiswa lemah dalam penguasaan materi, penguasaan metode dan analisa dalam menulis, juga kebahasaan, jadi kedepan harus diperbaiki lagi.(gs)

Menggugah Hasrat Ingin Tahu

Ada ungkapan”use it or loose it” yang jika kata itu ditujukan kepada kita artinya kurang lebih ‘pergunakan apa yang kau miliki atau kau akan kehilangan fungsinya’. Setiap manusia lahir dengan organ fisik yang memiliki fungsi tertentu demi menunjang eksistensinya. Organ itu, dalam bahasa keseharian kita disebut panca indra, yang terdiri dari mata, telinga, hidung,lidah, dan kulit. Panca berasal dari bahasa Sanskerta (pañca) yang artinya lima. Demikian indra luar yang dimiliki manusia sebagai alat mengetahui dan berkomunikasi dengan yang di luar dirinya di atas ada lima.
Kelima indra di atas memilki fungsinya masing-masing untuk menunjang keberadaan manusia dan meningkatkan eksistensinya. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk menghirup, lidah untuk mengetahui rasa, dan kulit untuk meraba. Bila satu dari lima indra itu tidak ada, berarti ada bagian yang kurang untuk menunjang perannya. Namun bukan berarti orang yang memiliki organ kurang lengkap tersebut juga kurang perannya atau kurang optimal keberadaannya. Tuhan Maha Adil dan Maha Bijaksana, dengan sifat adil-Nya, orang yang memiliki kekurangan pada bagian tertentu akan dilebihkan kemampuan fungsi organ yang lain. Misalnya, seseorang memiliki pandangan yang agak terbatas bahkan buta, ia akan memiki sensivitas lebih untuk pendengaran dan perabaannya. Namun demikian, kemampuan yang ada pada organ itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus belajar dan dilatih. Dalam proses belajar dan berlatih itu pasti akan mengalami kelelahan. Dan, jika berputus asa atau tidak dipergunakan dengan benar, indra itu akan kehilangan daya gunanya
Semua manusia lahir dalam keadaan terbatas, meskipun organ tubuhnya lengkap, tentu saja semuanya belum bisa berfungsi dengan benar. Tentu saja, agar dapat berfungsi dengan benar harus belajar. Masa pembelajaran masing-masing orang berbeda, karena kemampuan dasarnya memang berbeda. Model dan sistemnya yang sesuai dengan konstruksi tubuhnya mungkin juga berbeda, karena alam lingkungan tempat hidupnya berbeda. Demikian juga kemampuan paling optimal setiap orang berbeda sebab dari “sana” memang diberi “bekal” kemampuan yang berbeda. Tapi tidak ada orang yang sungguh-sungguh tahu bekal dari sana tersebut, kecuali dari gejala yang ditampakkan oleh yang punya dan kemudian dilatih secara optimal pula. Setelah upayanya optimal, hasil yang didapat tidak salah kalau disebut titik maksimal kemampuan atau taqdirnya .
Hidup ini akan menjadi baik dan terus membaik jika kemampuan organ itu difungsikan.Dalam hal ini, bukankah Alquran telah menegaskan supaya manusia mengamati fenomena dan apa yang terjadi di sekitarnya, untuk kemudian menjadikan apa yang terjadi dan diamanati tersebut sebagai guru. Barangkali ungkapan pengalaman adalah guru yang paling baik (bijaksana ) diambil dari dasar filosofi bahwa manusia harus mengamati yang ada di sekelilingnya. Hanya saja, pengamatan yang digalakkan oleh kaum rasional yang positivis menafikan fungsi hati, sementara Alquran member perintah agar menfunsikannya. Dalam bahasa Alquran, jika mata dan telinga tidak digunakan sama halnya dengan tidak memilikinya. Lebih parah jika seseorang menutup akses hati untuk bisa mengerti, ia lebih hina daripada binatang.
Mengamati sekitar adalah kerja awal penelitian dan setiap orang pada dasarnya adalah pengamat dan peneliti. selama seseorang ingin terus bertahan hidup ia harus mengamati apa yang terjadi di sekitarnya. Begitu juga, dengan tanpa mengamati orang akan terus terjatuh tanpa bisa bangun dan berkembang. Bukankah, ketika seorang anak muda yang hendak mengungkapkan cinta kepada seseorang harus melakukan pengamatan terlebih dulu. Lalu terkait dengan pengungkapan cintanya , ia harus memperhatikan pula kapan dan bagaimana cara yang tepat. Tanpa melakukan pengamatan, pasti cintanya akan kesasar atau berlabuh di tempat yang keliru. Sasaran yang keliru, ungkapan yang kurang simpati, dan waktu yang kurang tepat merupakan akibat dari kurangnya pengamatan, yang dengan bahasa lain bisa dikatakan miskinnya kemampuan meneliti.
Meneliti bukanlah pekerjaan susah, tapi bila tidak bisa melakukan penelitian orang akan diliputi rasa susah. Sebagai insan akademis, kita harus “mentakdirkan” diri sebagai peneliti. Hanya saja, penelitian selama ini terlalu ditekankan pada metodologi yang baku dan kaku padahal cara pandang dan cara memahami ilmu yang terkait dengan paradigma, teori, dan pendekatan itu selalu tidak sama antara satu tokoh dengan dengan tokoh lainnya. Seperti upaya mendefinisikan suatu obyek misalnya, demikian pula cara memahami sebuah teori atau pendekatan yang terkait dengan obyek tersebut, setiap kepala memiliki isi dan konsep sendiri-sendiri. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kemampuan penelitian, yang terpenting terlebih dulu adalah mau membuat usulan (proposal) penelitian.
Pemahaman yang terkait metodologi dan cara penerapannya akan diperoleh dengan benar dan berkembang dengan benar pula jika sudah praktik melakukan kerja yang disebut penelitian itu. Kalau disadari setiap manusi pada awalnya lahir tanpa kemampuan apapun kecuali bernafas, lalu berkat belajar dan latihan ia memiliki skill yang mumpuni di bidang yang digeluti, kenapa masih juga tidak mau melakukan sesuatu (apapun yang positif) hanya karena kwatir salah .
Benar memang, bahwa semua kemampuan itu pasti didasari oleh keinginan. Keinginan adalah rasa yang terkandung di jiwa yang merupakan respon atas sesuatu, baik yang berupa benda fisik maupun yang bersifat non-fisik. Bila rasa ingin itu tidak ada, mustahil orang mau melakukan sesuatu. Maka kewajiban kita saat ini adalah memancing rasa ingin itu. Terkait dengan penelitian, perlu dirangsang rasa ingin tahu kita terhadap kebenaran suatu obyek. Kebenaran di sini, tentunya bukan kebenaran yang hakiki, namun hanya kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang memenuhi kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, tetap saja ia subjektif. Namun dalam dunia penelitian, subyektivitas setelah melakukan prosedur ilmiah yang benar adalah subyektivitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, sifat kebenarannya tetap disebut objektif.

Ahmad Kholil,
Sekretaris Unit Penelitian
Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang

Monday, March 26, 2012

Mahasiswa BSA Siap Jaring Wisman Timur Tengah

Indonesia merupakan salah satu pangsa pasar pariwisata di dunia, terlebih melihat banyaknya tempat-tempat wisata yang menarik dan menakjubkan yang terdapat di berbagai daerah Indonesia, seperti Bali, Lombok, Raja Ampat dan lainnya. Akan tetapi masih sedikit media informasi yang menyediakan dan memberikan pelayanan informasi kepariwisataan di Indonesia, banyak hal yang menjadi masalah, salah satunya kendala bahasa.

Di Fakultas Humaniora dan Budaya,terdapat jurusan Bahasa dan Sastra Arab, di mana mahasiswa BSA akhir-akhir ini sibuk mengumpulkan informasi terkait kepariwisataan di Indonesia, terutama hal ini terkait matakuliah Al Arabiyah Li Al – Siyahah yang diasuh oleh Ustad Halimi, M.Pd., MA bagaimana mahasiswa BSA membaca peluang menarik wisman (wisatawan mancanegara) yang berasal dari Timur Tengah yang mayoritas penduduknya berbahasa Arab, dari pembuatan artikel terkait daerah wisata hingga jalur transportasi menuju Indonesia hingga ke tempat wisata tujuan, hal ini di desain dan ditulis dengan Bahasa Arab karena sasarannya adalah daerah timur tengah.

Dari program ini, diharapkan mahasiswa BSA peka dan belajar bagaimana membaca peluang kedepan terkait kepariwisataan, bukankah hal ini mungkin direalisasikan? Bolehlah sebagian mahasiswa optimis dan pesimis jika mengaca kedepan, optimis jika hal ini mendapat dukungan yang baik, dari pihak fakultas maupun jurusan bahasa dan sastra arab itu sendiri, dengan adanya media informasi yang tidak terbatas seperti halnya media internet, baik melalui Blog ataupun website yang telah diprogram. Akan tetapi jika melihat peluang beberapa waktu kedepan, dengan periode yang sebentar dan hanya beberapa bulan kedepan matakuliah ini akan berakhir, siapa yang akan melanjutkannya? patut dipertanyakan eksistensinya kelak di kemudian hari dan perencanaan yang sudah matang menjadi sia-sia.

Kekhawatiran seperti ini bolehlah kita pahami bersama, akan tetapi dengan adanya perencanaan seperti ini adalah langkah maju, bukankah masih ada adik-adik semester yang akan melanjutkan! Tidak hanya sebagai media promosi semata ke ranah Internasional, kegiatan ini merupakan praktek langsung disamping mempelajari teori semata. Menurut Ulil Abshar salah satu mahasiswa BSA yang mengikuti mata kuliah Al Arabiyah Li Al – Siyahah berseloroh, kegiatan dan program menyediakan media informasi pariwisata bagi wisman Timur Tengah merupakan kegiatan yang sangat menarik dan tidak dimungkiri banyak wisman Timur Tengah yang membutuhkan media informasi terkait pariwisata di Indonesia terutama yang menggunakan bahasa arab, dan juga mereka akan sangat membutuhkan pemandu atau dikenal dengan istilah Guide untuk membantu mereka saat berwisata di Indonesia, begitu timpalnya.

Berbicara pariwisata di Indonesia tentu tidak ada habisnya, bagaimana kita memanfaatkan peluang dan mengolahnya menjadi sangat berkualitas, dengan SDM yang mumpuni dan peluang yang sangat besar, bukankah sangat mungkin peluang itu bisa dimaksimalkan dan memperoleh keuntungan yang sangat besar. Hal inilah yang akan dilakukan kedepan oleh mahasiswa BSA, semoga langkah awal ini akan menemani kesuksesan bersama menuju langkah yang lebih maju kedepan. [gs]

Peran Strategis Perpustakaan Fakultas Humaniora dan Budaya

oleh: Mohammad Gufron Salim

Bagi mahasiswa Fakultas Humaniora dan Budaya tentu tidak asing dengan keberadaan perpustakaan fakultas, sebagai salah satu penunjang keberlangsungan akademis mahasiswa tentu memiliki peranan sangat penting, terutama dalam memperoleh referensi dan informasi terkait bidang studi yang sedang dipelajari, hal ini perlu dimengerti dan dipahami betul oleh mahasiswa.

Tidak sedikit mahasiswa yang lebih memilih mengunjungi perpustakaan pusat daripada perpustakaan fakultas, lebih banyaknya pilihan referensi bidang studi yang ditawarkan menjadi nilai lebih perpustakaan pusat, akan tetapi perpustakaan fakultas sangatlah strategis mengingat pengadaan referensi buku yang ditawarkan lebih didominasi sesuai jurusan-jurusan yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya.

Dalam kesehariannya, perpustakaan fakultas sangat jarang dimaksimalkan oleh para mahasiswa, tentu hal ini tampak dari sedikitnya pengunjung yang menghampiri dan melakukan kegiatan baik mencari referensi ataupun sekedar melakukan kegiatan membaca, mungkinkah dalam pandangan mahasiswa Hudaya perpustakaan fakultas kurang menarik untuk dikunjungi? Boleh jadi hal itu benar mengingat fasilitas yang diperoleh di perpustakaan fakultas dipandang kurang memadai, baik dari fasilitas ruang, ketersediaan buku penunjang maupun kurang kondusifnya letak perpustakaan fakultas.

Akan tetapi, di sisi lain akan keberadaan perpustakaan fakultas sangatlah dibutuhkan oleh mahasiswa, mengingat akan mudahnya menemukan referensi bidang studi yang dibutuhkan, melihat itu tentunya perpustakaan fakultas memiliki peranan penting didalam menunjang keberlangsungan akademis mahasiswa, meskipun tidak sedikit yang perlu dibenahi baik dalam pengadaan buku maupun kurangnya fasilitas yang lain, boleh jadi perpustakaan fakultas Humaniora dan Budaya ke depan menjadi barometer bagi perpustakaan fakultas lain dalam segi pelayanan dan pengembangan mahasiswa kedepan, dengan inovasi yang menarik dan terobosan pelayanan yang sangat baik bagi mahasiswa mampu menambah antusiasme mahasiswa dalam memaksimalkan keberadaan perpustakaan fakultas.

Friday, March 23, 2012

Open Recruitment Volunteer untuk Festival Puisi

buat temen-temen mahasiswa UIN Maulana malik Ibrahim Malang
ayyo buruan daftar menjadi Volunteer untuk festival Puisi Internasional
informasi lebih lanjut bisa mengunjungi Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maliki Malang
atau liat di link :
http://humaniora.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=212%3Aopen-recruitment-volunteer-untuk-festival-puisi&catid=8%3Aberita&lang=en

Tuesday, March 20, 2012

SPBU Khusus Rakyat Miskin

Kisruh sepak bola Indonesia dan carut marutnya kepengurusan PSSI mungkin salah satu bumbu deadline koran kemarin, ditambah lagi munculnya praktek korupsi gayus jilid dua yang melibatkan pegawai dirjen pajak sebagai pelengkap informasi, berlanjut kepada ancaman kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). yang terakhir mungkin lebih heboh pemberitaannya melihat korban dari kebijakan ini sangat nyata dan tinggal menunggu waktu, ratusan juta penduduk Indonesia bersiap dengan awal yang baru, yaitu membengkaknya belanja rupiah sebagai ongkos hidup sehari-hari.
Bisa kita cermati dampak dari kenaikan BBM yang akan terasa oleh masyarakat, terutama naiknya bahan kebutuhan pokok yang notabene adalah pengaruh kenaikan BBM, sebagai salah satu unsur keberlangsungan transportasi, BBM mungkin adalah kebutuhan wajib dan harus terpenuhi mengingat sumber tenaga alat transportasi masa kini mayoritas menggunakan BBM, baik yang bermesin Diesel maupun premium, bila itu dilihat dari kacamata sosial menengah kebawah menjadi pembahasan yang penting dalam menghadapi dampak kenaikan BBM sebentar lagi, tentu banyak kalangan masyarakat yang mengeluhkan dan menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tidak memihak rakyat kecil.
Akhir-akhir ini bisa kita ketahui informasi terkait kenaikan BBM, baik melalui media televisi, radio, koran dan media informasi lainnya, banyak kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan BBM melakukan aksi menolak rencana ini, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum di sebagian pelosok negeri ini mengecam kebijakan pemerintah, mengaca pada tahun sebelumnya dimana BBM sudah dinaikkan dan masyarakat tidak mampu memperoleh bantuan langsung tunai atau lebih dikenal dengan BLT, masyarakat menilai hal itu tidak sepadan dengan ongkos belanja sehari-hari, sehingga apabila BBM akan dinaikkan lagi merupakan suatu hal yang sangat memberatkan.
Mayoritas saat ini stasiun penyalur BBM langsung ke masyarakat (SPBU) sifatnya umum, tidak dipungkiri banyak dari kalangan menengah ke atas yang mampu membelikan kendaraannya BBM non Subsidi menikmatinya, BBM bersubsidi patutnya bagi kalangan tidak mampu menjadi konsumsi semua kalangan, tentu perlu sebuah filterisasi atau penyaringan kendaraan-kendaraan yang layaknya menggunakan BBM non subsidi, sehingga penggunaan BBM bersubsidi sesuai targetnya, mungkin dengan mendirikan SPBU khusus bagi kalangan tidak mampu, sehingga dengan begitu pemerintah bisa mengatur konsumsi BBM selayaknya kedepan.
Keluh kesah, atupun rasa berat yang dipikul masyarakat menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah, sebaik-baiknya program yang dicanangkan apabila dalam pengerjaannya kurang maksimal tentu hasilnya semakin amburadul, butuh kesadaran semua kalangan dalam menyikapi kebijakan ini, sepantasnya memposisikan diri, baik bagi kalangan berduit dan tentunya masyarakat dengan ekonomi tidak mampu tentu berharap hal ini bukan mimpi buruk dalam hidup, jika memang rencana menaikkan hargaa BBM direaliasasikan, harapan tentunya dipundak masyarakat bagaimana melihat kedepan akan sikap pemerintah, sebagai masyarakat pastinya berhak untuk ikut mengawasi kedepan mengingat dampak dari kenaikan BBM ini akan dirasakan oleh semua kalangan, dan akhirnya masyarakat akan menilai bagaimana kebijakan ini dikawal oleh pemerintah selanjutnya.

Monday, March 12, 2012

Semburat Embun di Pagi Hari

tangan ini terasa kaku
berat dan membisu
bersusah payah tuk ku gerakkan
tak sedikitpun berubah
dari jendela kamarku intip
kemana burung-burung kenari yang biasa mampir
setiap pagi hari biasa dia nangkring di dahan
pohon pinus seolah enggan menjawab
tapi pagi ini sungguh berbeda
hawa dan cuaca tak secerah biasa
embun menempel di kaca-kaca
kadang suara gemericik air hujan
terdengar jelas bahkan sangat deras
hujan membuat badanku menggigil
dingin sampai menyentuh tulangku
kadang terasa kantuk yang berat
tapi ini masih pagi
kemana jiwa semangatku
selimut dinginnya pagi hanya kamuflase
biar kau terjebak dalam kemalasan
ayo bangun
bangunlah mimpimu yang indah.

Saturday, March 10, 2012

surat arab


Al-Qur'an, kuno tulis tangan.
























Surat Mujahidah Palestina Untuk Muslimah Di Indonesia


Mujiarto Karuk
Mon, 05 Jul 2010 23:55:52 -0700

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Surat Mujahidah Palestina untuk Muslimah di Indonesia
Pasca kepulangan tim Relawan Komat yang berangkat ke Gaza, Palestina, beberapa
waktu lalu, sebuah surat khusus dari mujahidah Palestina dititipkan melalui
Relawan KOMAT Palestina, al-Ustadz Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc.
Surat tersebut berbahasa Arab yang kemudian diterjemahkan oleh Divisi Kajian
Komat Palestina, ustadz Abul Miqdad Al-Madany. Berikut isi surat terbuka yang
diperuntukkan kepada para muslimah di Indonesia ini.
Bismillahirrahmanir rahim
Saudari-saudariku para muslimah di Indonesia…
Aku sampaikan salam penghormatanku untuk kalian, salam penghormatan Islam yang
agung:
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh,
Amma ba’du…
Kami adalah saudari-saudari muslimah kalian di Palestina. Kami tumbuh di medan
ribath dan jihad. Dan kami selalu berusaha untuk berpegang teguh pada agama
kami yang agung, serta mendidik anak-anak kami untuk itu. Karena berpegang
teguh pada agama Islam adalah (satu-satunya) tali keselamatan, berdasarkan
Firman Allah Ta’ala dalam Surah Ali Imran:
“Dan barang siapa yang menginginkan selain Islam sebagai agama, maka itu tidak
akan diterima darinya, dan kelak di akhirat ia termasuk orang-orang yang
merugi.”
Karena itu, kami selalu berusaha untuk komitmen dengan al-Qur’an dan keislaman
kami. Dan seperti itu pula komitmen pemerintahan Islam kami untuk menumbuhkan
sebuah generasi yang selalu menjaga al-Qur’an, serta melahirkan ribuan
penghafal Kitabullah di setiap tahunnya.
Dari bumi Palestina,medan ribath ini, kami mengirimkan surat persaudaraan dari
lubuk hati yang dipenuhi cinta kepada saudari-saudari kami di Indonesia.
Melalui surat ini, kami haturkan rasa terima kasih kepada semuanya atas sikap
dan dukungan mereka untuk anak-anak bangsa Palestina kami.
Melalui surat ini juga, kami mendorong mereka untuk selalu mentarbiyah
(membina) anak-anak mereka dengan tarbiyah Islamiyah dan komitmen dengan
Syariat Allah; karena dalam itu semua terdapat pembinaan terhadap ruh dan jiwa,
serta keteladanan terhadap akhlak Rasul kita yang mulia Shallallahu ‘ALaihi wa
Sallam dan para sahabatnya yang mulia. Perhatikanlah sahabat mulia, ‘Abdullah
bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika mengatakan:
“Janganlah seorang dari kalian meminta dari dirinya selain al-Qur’an. Sebab
jika ia mencintai al-Qur’an dan mengaguminya+ niscaya ia akan mencintai Allah
Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun jika membenci
al-Qur’an, maka ia akan membenci Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam.”
Karena itu, siapakah di antara kita yang dapat menerima dirinya atau
anak-anaknya menjadi orang yang benci kepada Allah dan Rasul-Nya yang kelak
akan memberi syafaat kepada kita di hari kiamat?
Itulah sebabnya, saya membisikkan ke telinga saudara-saudara kami tercinta,
kaum muslimin di manapun berada: “Kalian harus terus mempelajari dan
menghafalkan al-Qur’an, serta berpegang teguh dengan ajaran-ajaran Islam. Sebab
sesungguhnya siapapun yang menginginkan kemuliaan dengan Islam, niscaya Allah
akan memuliakannya. Namun siapa yang mencari kemuliaan dengan selain Islam,
niscaya Allah akan menghinakannya.”
Semoga Allah selalu memberikan taufiq-Nya untuk kalian untuk mengikuti apa saja
yang dicintai dan diridhai-Nya.
Saudari-saudarimu, para muslimah yang sedang berjihad di bumi Palestina
Gaza, 29/6/2010. — (mnh/m3©201007)
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.



Moh. Masdum Muharram
Address: P.O. Box 94343, Riyadh 11693 ©2001
Phone/Fax: +96614833754 Mobile: +966503286036 +966503286036
E-mail: m_masdum_mh@ hotmail.com

Surat Rasulullah SAW Kepada Rakyat Oman, Arab Selatan


Pengantar Sejarah Sastra Arab Zaman kekhalifahan Abbasiyah Pengantar Sejarah

Pada zaman kekhalifahan Abbasiyah, sastra dibagi menjadi pada dua kategori:
1.       Dimulai dari masa pembaitan Abi Abbas  Abdullah b. Muhammad b. Ali b. Abdullah b. Abbas 132 H sampai pada masa kekhalifahan Abi  Ja’far Harun (Al-Watsiq) 232 H.
2.       Semenjak khalifah Al –mutawakil  Alallah tahun 232 H hingga kekhalifahan Al-musta’shim billah dan hancurnya Baghdad oleh Tartar tahun 656 H.


Ada beberapa pendapat lain oleh para ahli sejarah mengenai pembagian sejarah kekhalifahan Abbasiyah menurut perkembangan sastranya, diantaranya :
1.       Masa pertama berakhir di tahun 232 H
2.        Masa kedua  berakhir tahun 334 H masa pemerintahan Bani Buwaihi dan runtuhnya Abbasiyah
3.       Dimulai tahun 334 H dan berakhir 656 H.


Pendapat lain menurut Dr. Syauqi Daif :
1.       Masa pemerintahan Abbasiyah pertama berakhir di tangan Al-Watsiq 232 H
2.       Masa pemerintahan Abbasiyah kedua berakhir dengan berkuasanya Bani Buwaihiyah. Dan adapun masa selanjutnya dinamakan dengan zaman Negara bagian dan persekutuan.


Kehidupan Politik dan Pengaruhnya pada Sastra:
Setelah berkuasanya Muhammad b. Ali b. Abdullah b. Abbas yang didihadiahkan oleh HAsyim b. Abdullah b. Muhammad b. Ali b. Abi Thalib  dengan syarat agar ia memindahkan kekuasaan ke tangan keluarga Ahli Bait setelah ini, namun Muhammad mengambil kesempatan ini untuk menyusun strategi kekuasaan bani Abbasiayah secara diam-diam dimulai dari Kuffah . Ia mewujudkan niatnya ini dengan beberapa sebab pendukung :
1.       Waktu yang tepat untuk dakwahnya,
2.       Dipilihnya daerah yang tepat jauh dari pusat jazirah Arab yaitu Khurasan
3.       BAni Abbasiyah memilih orang pilihan untuk memegang kekuasaan seperti Abu Salamah Alkhilal dan Abu Muslim Alkhurasany.

Daulah Bani Marwan (Umaiyah) adalah daulah orang Arab, sedangkan daulah Abbasiyah adalah daulah Ajamiyah Khurasaniyah (warga asing keturunan Khurasan). Dan pada dasarnya Daulah Abbasiyah ini sudah sedari awal terdiri dari berbagai macam golongan dan kepentingan di luar Arab. Hingga perebutan kekuasaan sudah menjadi biasa. Hingga pada akhirnya ekuasaan yang pada awalnya dipegang oleh Parsi, pindah ke tangan Turki. Akhirnya terbagilah kekuasaan bani Abbasiyah ini menjadi Negara Bagian (kecil) seperti di Mesir ada Daulah Ikhsyidiyah, Fatimiah dan Ayyubiyah, di Kurasan ada Daulah Samaniyah, di Afganistan dan India ada Daulah Gaznawiyah, dll.

Perpecahan ini walaupun membuat politik menjadi melemah namun secara tidak langsung membuat kekuatan sastra saat itu menjadi kuat dan maju oleh beberapa factor, diantaranya :
1.       Perlombaan diantara para pemimpin Negara kecil muluk dan umara dalam hal peradaban dan sastranya.
2.       Banyaknya pusat ilmu dan sastra, bukan hanya di Baghdad
3.       Diberi kesempatan bagi para penyair untuk mengadakan perjalanan sastra dalam mengumpulkan inspirasi
4.       Kedudukan para penyair dan sastrawan menjadi naik karena bahasa Arab yang pada saat itu adalah masa kebangkitan sastra dan syair khususnya.
5.       Sasra Arab terpengaruh unsure beberapa kebudayaan lain, seperti Parsi.
6.       Perpecahan Negara membuat para pemimpin berlomba memberikan hadiah kepada para penyair yang ahli untuk membantu syiar politiknya.


Kehidupan Sosial dan Sastra Masa Abbasiyah
Karena kekayaan yang berlimpah pada saat itu, terbagilah masyarakt menjadi beberapa tingkatan. Tingakatan para khalifah, menteri, pembesar tentara, dan para penyair seniman. Hingga para Khalifah berani memeberikan hadiah  besar pada para penyair ternama. Taraf kesejahteraan mereka Nampak dilihat dari  bangunan dan Istana yang dibangun seperti pembangunan kota Baghdad yang megah. Dari segi pakaian pun sangat mewah dan makanan berlimpah hingga waktu untuk bermain dan hura-hura semakin besar. Kebutuhan akan hiburan menjadi prioritas para penghuni istana mulai dari dayang-dayang hingga penyanyi istana yang menarik hati setiap lelaki, membuat taraf kehidupan menjadi hedonis.

Hedonisme
Telah menjadi hal yang biasa pada zaman ini jika ditemukan minuman keras di dalam kerajaan, maupun dalam masyarakatnya. Karena beberapa ijtihad para Ulama Iraq yang memproses beberapa anggur dan kurma yang dibuat khusus tidak memabukkan dan tidak melebihi batas haram. hingga masa Khalifah Amin, barulah melebihi batas.

Minuman keras ini mendorong pada hura-hura dan hedonism di zaman Abbasiyah yang dipenuhi oleh masyarakat Zindiq dan Majusi karena undang-undang yang membebaskan mereka, hingga para dayang dan penari Istana yang membuat kerusakan akhlak menjadi-jadi mendorong para penyair membuat syair yang berbau porno dan vulgar seperti Muthi’ b. Iyas dan Basyar. Bard.

Kafir Zindiq
Zindiq adalah Bahasa Parsi yang diarabkan, mencakup seluruh orang yang meniadakan Allah dan menadakan dosa dengan terang-terangan dan mereka tidak beriman pada hari akhir.

Parsi dahulunya sebelum masuk Islam menganut agama zoroatser yang muncul pada pertengahan abad ke 7 SM. Kitab sucinya Avista. Mereka mempercayai dua TUhan :baik dan buruk. Dan mereka juga memepercayai akhirat.
Di abad ke 3 M seorang pendakwah bernama Mani menyerukan kepada agama baru campuran Zoroatser, Budha, dan Kristen.
Di abad ke 5 M, muncul di Iran penyeru baru MAzdik yang percaya pada dua Tuhan dan pensucian terhadap api.
Oleh sebab itulah, banyak berkembang kafir zindiq dan menganggap enteng agama pada zaman ini, beberapa penyair yang dianggap bagian dari mereka seperti  : Basyar dan Abi Atahiyah serta Shaleh b. Abdulquddus.

Faktor Kesukuan
Selain di atas, ternyata masyarakat Abbasiyah zaman itu terkenal dengan kesukuannya yang mengedepankan Parsi  terhadap bagsa Arab. KArena pada zaman Umawiyah terlah terjadi pendiskriminasian bangsa non Arab, hingga saat ini dijadikan waktu yg tepat untuk balas dendam. Penyair terkemuka dalam kesukuan ini adalah Basyar.

Ke-zuhud-an

Adapun masyarakat awam di zaman Abbasiyah masih memegang prinsip agama yang kuat. Masjid di Baghdad masih dipenuhi oleh para hamba shaleh dan para pemberi nasehat, seperti Ibnu Nussak yang berani menasehati khalifah Harun Alrasyid. Dan pada zaman ini juga muncul awal ilmu Tasawuf di tangan pemuka seperti Ibrahim b. Adham dan Rabi’ah Aladawiyah.


Kehidupan Berkebudayaan
Masa  kekhalifahan Abbasiyah dianggap sebagai  kebangkitan kebudayaan dan sastra Arab. Banyak muncul para penyair, ulama dan penulis dari orang Parsi seperti Abi HAnifah, Sibawaih, Ibnu Almuqaffa, Basyar. Abi Nuwas dll. Sampai-sampai Ibnu Khaldun mengkhususkan sebuah bab dalam kitabnya Almuqaddimah bahwa pembawa ilmu dalam Islam itu kebanyaknya adalah orang asing (ajam).
Inilah beberapa factor kemajuan sastra saat itu :
1.       Islam selalu mendorong umatnya untuk berilmu dan beramal, dan para penguasa khalifah dan umara juga ikut andil.
2.       Adanya pasar-pasar seni sastra dan peranannya dalam perkembangan sastra, seperti pasar Mirbid dan Kinasah.
3.       Majlis para khalifah dan menteri  yang mnyerupai lapangan keilmuan tempat berkumpulnya para ulama
4.       Setelah meluasnya gerakan membuat buku dan menterjemah, berkembanglah perpustakaan seperti Darul Hikmah,
5.       Para khalifah selalu mendorong untuk menterjemah ilmu
6.       Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah namun juga dimultifungsikan menjadi tempat ilmu bagi para remaja, tempat penyair bersenandung
7.       Sokongan para khalifah untuk para ulama berupa uang dan hadiah
8.       Penggunaan kertas pada zaman ini yang semakin mempermudah.

sejarah sastra arab

Sastra merupakan segala aktivitas manusia atau prilakunya, baik yang berbentuk verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Aktifitas itu berupa fakta manusia yang melahirkan aktivitas social tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni gerak, seni patung, seni music, seni sastra dan yang lainnya. Setiap kita hidup dan beraktivitas, kita tidak sadar bahwa sebenarnya dunia sastra sangat berkaitan erat dengan kita semua. Teuw pernah berpendapat bahwa sastra berada dalam urutan keempat setelah agama, filsafat, ilmu pengetahuan, sebagai disiplin ilmu ia menempati posisi keempat karena menurut hemat penulis ke empat bidang tersebut saling bertransformasi dan merugulasi diri (self regulating) bidang mereka masing masing. Pengaruhnya jelas terasa hingga saat ini dan bangsa Arab menyebutnya miratul haya sebagai cerminan kehidupan mereka, bukan hanya itu dengan bersastra ia akan mengetahui rekaman sejarah kehidupan mereka pada masa lalu.

Pada masa jahili (pra islam) sudah ada dan terdapat tradisi keilmuaan yang tinggi yakni bersyair dan penyair yang terkenal pada masa itu disebut dengan penyair mualaqat. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab secara kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding Ka’bah ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.

Kendati pada masa ini disebut masa jahili (pra islam), tetapi mereka mempunyai kebudayaan tinggi. Bersyair merupakan sebuah karya yang sangat orisinil bangsa Arab pada masa itu menjadi sumber hukum yang pertama. Baru setelah datangnya masa Islam semua itu berobah total. Islam sebagai rahmatan lil alamin dengan quran dan hadis sebagai sumber hukumnya, menyeru kepada kebaikan, menghormati sesama jenis, saling mencintai dan saling mengenal, yang bertitik beratkan kepada aspek moral yakni makarimal akhlak. Dari masa Rasuluah, Khufahurasidin, sampai keruntuhan Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan dengan berimbas berdirinya kerajaan mamluk di Turki (Konstantinopel) sastra Arab masih tetap bertahan kendati mengalami pasang surut pada dinasti keruntuhan Abasiah dan mamluk.

Setelah hampir lima abad berada dalam masa surut bahkan keterpurukan di berbagai bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab mulai memasuki fase sejarah “kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini semakin mendapat energinya setelah mereka bersentuhan dengan kebudayaan Barat melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798. Kesadaran dan tambahan energi itu lantas diimplementasikan di masa Muhammad Ali dengan cara mengirimkan banyak sarjana ke Barat. Penerjemahan berbagai karya asing Barat, baik tentang kesusastraan atau ilmu pengetahuan lainnya digalakkan dengan motor Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy (1801-1873 M). Banyak percetakan dan penerbitan majalah atau surat kabar muncul. Dalam kondisi penuh semangat pembaharuan ini, kesusastraan Arab merangkak bangkit. Era baru kesusastraan modern pun dimulai.Baru pada masa modern ini sastra Arab mulai berkembang karena girah dan kesadaran akan pentingnya khazanah peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi, Khalil Mutaran Ahmad Syauki dkk. Pada masa ini sudah terjadi transformasi intelektual dengan berpuncak pada revolusi Mesir.

sejarah sastra arab

Sastra Arab

Kata sastra, bahasa Arabnya adalah : "al-Adab"

Sedangkan menurut bahasa Arab, makna kata "al-Adab" dua : yaitu makna secara khusus dan umum.

Makna "al-Adab" secara umum adalah : "Berperilaku dengan akhlak karimah". Seperti jujur, dan amanat. Adapun maknanya secara khusus adalah : "Ucapan yang indah, yang menyentuh (perasaan), dan memberi pengaruh pada jiwa.

Syarat suatu ucapan masuk dalam kategori adab dengan makna khusus ini adalah:
o Lafadh-lafadhnya mudah dan indah.
o Maknanya bagus.
o Memberi pengaruh dalam jiwa.

Macam sastra Arab :

Sastra Arab ada dua macam (bentuk) :

Pertama : "Natsr"

Natsr adalah : "Ucap`n Indah yang tidak terdapat wazn (aturan dalam membuat syair) dan Al Qhaafiyah. (Para ulama ahli bahasa berselisih pendapat tentang arti Al Qhaafiyah. Al Khalil dan Abu Amru dan Al jurumi mendefinisikan Al Qhaafiyah : "Dua huruf yang disukun dalam kata akhir suatu bait syair, dan diantara dua huruf yang disukun tersebut terdapat huruf-huruf , disertai dengan harakat pada huruf (yang terletak) sebelum kedua huruf yang disukun tersebut. Sedangkan Al Aqfas berpendapat Al Qhaafiyah adalah : "Kata yang terakhir dari bait syair". Dan definisi yang dikemukakan Aqfas paling mudah, sedangkan definisi yang dikemukakan Al Khalil (dan yang berpendapat sepeti dia) paling benar. Lihat kitab : "al-Kaamil fil arudl wak Qowafi" karangan Muhammad Qonawi)

Termasuk dalam kategori ini : "Khutbah, surat, wasiat, hikmah, perumpamaan, dan kisah.

Kedua : Syair
Syair adalah : "Ucapan yang didalamnya terdapat wazn dan Qhaafiyah.

Seperti ucapan :

"Ta'allam falaisal mar-u yuuladu aaliman"

"Walaisa akhu ilmin kaman huwa jahilu"

(lihat teks Arabnya dalam majalah adz-Dzakhirrah edisi 5)



"Belajarlah, karena tidaklah seseorang itu dilahirkan dalam keadaan berilmu"
"Dan tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang bodoh"


Dan syair dalam bahasa Arab ada bermacam-macam bentuk, ada yang berbentuk mensifati, memuji, celaan, ratapan dan ada juga yang berbentuk ungkapan hikmah.


Pembagian masa sastra Arab

Ahli sejarah dan sastra telah membagi zaman sastra Arab menjadi enam masa :

1. Masa jahiliyah 
"Masa sekitar 200 atau 150 tahun sebelum permulaan Islam, dan berakhirnya masa ini dengan datangnya agama Islam".

2. Masa permulaan Islam

Dimulai pada masa munculnya agama Islam (di Mekkah), dan berakhir dengan berakhirnya masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhum) pada tahun 40 hijriyah.

3. Masa Umawiyyah

Dimulai dengan berdirinya Daulah Umawiyah tahun 40 hijriyah, dan berakhir dengan jatuhnya dinasti ini pada tahun 132 hijriyah.

4. Masa Abasiyyah
Dimulai dengan berdirinya Daulah Abasiyah tahun 132 hijriyah, dan berakhir dengan penyerbuan Mongolia ke negeri Baghdhad tahun 656 hijriyah.

5. Masa Pertengahan

Masa ini meliputi dua dinasti, yaitu Dinasti Mamluki dan Ustmani. Dimulai pada tahun 656 Hijriyyah, dan berakhir dengan berakhirnya hukum Utsmani di negeri-negeri Arab pada permulaan abad 13 hijriyah, dan munculnya gerakan-gerakan perbaikan di sejumlah negeri Arab.

6. Masa Modern

Dimulai dengan munculnya gerakan-gerakan perbaikan di sejumlah negeri Arab, dan bersamaan dengan permulaan abad 13 hijriyah (1900 Masehi) hingga saat ini.
Permulaan setiap masa dan berakhirnya sastra Arab ini, tidaklah ditentukan secara detail. Ditentukan hanyalah dari penentuan secara perkiraan. Sejarah ini dibuat untuk mengetahui perubahan yang terjadi


Contoh Natsr : dalam bentuk khutbah (lihat teks arabnya dalam majalah adz-Dzakhirrah edisi 5)


Khutbah Abu Bakar Ash Shiddiq ketika menjadi khalifah

Sesudah meninggalnya Rasulullah , kaum muslimin memilih Abu Bakar Ash Shiddiq untuk menjadi khalifah, karena keutamaan dan kedudukannya dalam Islam. Abu Bakar Ash Shiddiq adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah dari kalangan laki-laki, beliau adalah orang yang menemani Rasulullah dalam gua (ketika bersembunyi dari kejaran orang kafir), dan beliau adalah seorang yang menemani Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Rasulullah memerintahkan kepada Abu Bakar (ketika Rasulullah sakit) untuk menjadi imam kaum muslimin. Dan ketika Abu bakar menjadi khalifah ia berkhutbah kepada manusia. Ia memulai khuthbahnya dengan ucapan tahmid (memuji kepada Allah ) lalu berkata :

(Teks bahasa Arab )

Terjemahannya :


"Wahai manusia kalian telah menjadikanku sebagai khalifah, dan kalian telah membebaniku dengan suatu perkara padahal aku bukanlah orang yang termulia di antara kalian, maka jika kalian melihatku berada di atas kebenaran bantulah aku, dan jika kalian melihatku berjalan di atas jalan kesesatan maka tunjukilah aku kepada kebenaran, dan hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah ". Dan jika aku durhaka kepada Allah dan perintahku menyelisihi perintah Allah maka janganlah mentaatiku".

"Ingatlah (sesungguhnya) ukuran kuat dan lemah menurutku adalah kebenaran. Orang yang berada di atas kebenaran adalah orang kuat walaupun ia orang yang lemah hingga aku mengambilkan untuknya kebenaran, dan orang yang berada dalam kebatilan adalah lemah walaupun ia kuat hingga aku mengambil darinya kebenaran (yang ia rampas)".

"Inilah perkataanku, dan aku mohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian".

Sejarah Perkembangan Sastra Arab -prologema-

Menyebarnya sastra arab sangat erat kaitannya dengan bersinarnya islam secara luas ke berbagai belahan dunia terutama pada abad ke 7 hijriah, hal ini dikarenakan ia adalah bahasa Al-Qur’an yang mulia. Bahasa yang indah ini menyebar ke berbagai penjuru timur dan barat, sehingga sebagian besar peradaban dunia pada masa itu sangat terwarnai oleh peradaban Islam. Mereka yang berperan mengembangkan sastra arab pada masa kejayaan islam berasal dari berbagai suku bangsa, diantara mereka berasal dari Jazirah Arab, Mesir, Romawi, Armenia, Barbar, Andalusia dan sebagainya, walau berbeda bangsa namun mereka semua bersatu diatas Islam dan Bahasa Arab, mereka berbicara dan menulis karya sastra serta berbagai kajian keilmuan lainnya dengan Bahasa Arab .

Dan tidaklah Allah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”(Yusuf : 2). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam ,dia dibawa turun oleh Ar ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas“(Asy Syu’ara:192-195).

Allah juga berfirman “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Pembahasan ini mencoba untuk membangkitkan semangat para generasi muda islam untuk mengkaji kembali kebudayaan islam yang agung dan indah ini, kebudayaan yang pernah memimpin dunia, yang mampu menyentuh bagian hati manusia yang paling dalam dengan cahaya imannya, menjadi penawar bagi jiwa yang luka, menghidupkan kembali hati yang mati.

Sastra Arab dan Pembagian Periode Perkembangannya

Kata الأدب sendiri telah mengalami berbagai macam perubahan makna seiring berjalannya waktu dan bergantinya peradaban bangsa arab, dahulu kala kata الأدب bermakna undangan untuk makan. Pengertian Adab terus berubah hingga akhirnya menjadi sesuatu yang kita pahami saat ini.

Pengertian Adab

Adab memiliki dua makna ; makna khusus dan makna umum

Secara umum الأدب berarti berhias diri dengan akhlak yang luhur seperti jujur, amanah dsb, orang bijak mengatakan : أدبني ربي فأحسن تأديبي “Robbku telah mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.” Dalam definisinya, Al-Jurjani meletakkan Adab sebagai sesuatu yang setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari terjerumus kedalam berbagai bentuk kesalahan.

Secara Khusus “Al-Adab” berarti :



الكلام الانشائي البليغ الذي يقصد به إلى التأ ثيرفي عواطف القراء والسامعين ، سواء كان شعرا أم نثرا



“Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “

Perkataan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Lafaznya haruslah mudah dan indah
Memiliki kedalaman makna
Menyentuh jiwa
Jenis-jenis Adab

Natsr atau prosa: yaitu ungkapan yang indah namun tidak memiliki wazan[1] maupun qofiyah[2], seperti khotbah, surat, wasiat, perkataan hikmah, matsal, dan kisah.
Syair: yaitu ungkapan indah yang memiliki wazan maupun qofiyah, seperti :
تـعلم فليس المرء يولد عالما فليس أخو علم كـما هو جـاهل

وإن كبير القوم لا علم عنده صغير إذ التفت عليه المحا فل

Jenis-jenis syair seperti: deskripsi atau pemerian, pujian, ejekan, kedukaan, hikmah dsb.

Sejarah Adab

Ilmu sejarah adab merupakan suatu ilmu untuk mengetahui kondisi sastra di berbagai periode perkembangannya, baik dari segi kuat atau lemahnya maupun sedikit atau banyaknya. Melalui ilmu ini kita juga dapat mengetahui kehidupan para sastrawan, baik dari segi masa dimana ia hidup, tempat dan karya-karyanya.

Periode Perkembangan Adab

Periode perkembangan dalam sastra arab dibagi kedalam enam periode :

Periode Jahiliyah : Sejak dua abad atau satu setengah abad sebelum islam hingga masa dimana islam muncul.
Periode awal Islam : Sejak munculnya islam hingga berakhirnya kepemimpinan Khulafa’urrasyidin tahun 40 H.
Periode Daulah Umayyah : Sejak berdirinya Dinasti Umayyah tahun 40 H hingga masa keruntuhannya tahun 132 H.
Periode Daulah Abbasiyah : Sejak berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun 132 H hingga masa keruntuhannya akibat serangan pasukan Tatar tahun 656 H.
Periode Keruntuhan: Periode ini dibagi dua fase yaitu sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah tahun 656 H dan ketika Dinasti Utsmaniyyah menguasai Kairo pada tahun 923 H dan berakhir hingga runtuhnya Dinasti Utsmaniyyah pada awal abad ketiga belas hijriah.
Era baru: Ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan kebangkitan islam dibeberapa negara arab pada awal abad ketiga belas hijriah hingga saat ini.

Sejarah Perkembangan Sastra Arab -prologema-

Menyebarnya sastra arab sangat erat kaitannya dengan bersinarnya islam secara luas ke berbagai belahan dunia terutama pada abad ke 7 hijriah, hal ini dikarenakan ia adalah bahasa Al-Qur’an yang mulia. Bahasa yang indah ini menyebar ke berbagai penjuru timur dan barat, sehingga sebagian besar peradaban dunia pada masa itu sangat terwarnai oleh peradaban Islam. Mereka yang berperan mengembangkan sastra arab pada masa kejayaan islam berasal dari berbagai suku bangsa, diantara mereka berasal dari Jazirah Arab, Mesir, Romawi, Armenia, Barbar, Andalusia dan sebagainya, walau berbeda bangsa namun mereka semua bersatu diatas Islam dan Bahasa Arab, mereka berbicara dan menulis karya sastra serta berbagai kajian keilmuan lainnya dengan Bahasa Arab .

Dan tidaklah Allah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”(Yusuf : 2). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam ,dia dibawa turun oleh Ar ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas“(Asy Syu’ara:192-195).

Allah juga berfirman “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Pembahasan ini mencoba untuk membangkitkan semangat para generasi muda islam untuk mengkaji kembali kebudayaan islam yang agung dan indah ini, kebudayaan yang pernah memimpin dunia, yang mampu menyentuh bagian hati manusia yang paling dalam dengan cahaya imannya, menjadi penawar bagi jiwa yang luka, menghidupkan kembali hati yang mati.

Sastra Arab dan Pembagian Periode Perkembangannya

Kata الأدب sendiri telah mengalami berbagai macam perubahan makna seiring berjalannya waktu dan bergantinya peradaban bangsa arab, dahulu kala kata الأدب bermakna undangan untuk makan. Pengertian Adab terus berubah hingga akhirnya menjadi sesuatu yang kita pahami saat ini.

Pengertian Adab

Adab memiliki dua makna ; makna khusus dan makna umum

Secara umum الأدب berarti berhias diri dengan akhlak yang luhur seperti jujur, amanah dsb, orang bijak mengatakan : أدبني ربي فأحسن تأديبي “Robbku telah mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.” Dalam definisinya, Al-Jurjani meletakkan Adab sebagai sesuatu yang setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari terjerumus kedalam berbagai bentuk kesalahan.

Secara Khusus “Al-Adab” berarti :



الكلام الانشائي البليغ الذي يقصد به إلى التأ ثيرفي عواطف القراء والسامعين ، سواء كان شعرا أم نثرا



“Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “

Perkataan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Lafaznya haruslah mudah dan indah
Memiliki kedalaman makna
Menyentuh jiwa
Jenis-jenis Adab

Natsr atau prosa: yaitu ungkapan yang indah namun tidak memiliki wazan[1] maupun qofiyah[2], seperti khotbah, surat, wasiat, perkataan hikmah, matsal, dan kisah.
Syair: yaitu ungkapan indah yang memiliki wazan maupun qofiyah, seperti :
تـعلم فليس المرء يولد عالما فليس أخو علم كـما هو جـاهل

وإن كبير القوم لا علم عنده صغير إذ التفت عليه المحا فل

Jenis-jenis syair seperti: deskripsi atau pemerian, pujian, ejekan, kedukaan, hikmah dsb.

Sejarah Adab

Ilmu sejarah adab merupakan suatu ilmu untuk mengetahui kondisi sastra di berbagai periode perkembangannya, baik dari segi kuat atau lemahnya maupun sedikit atau banyaknya. Melalui ilmu ini kita juga dapat mengetahui kehidupan para sastrawan, baik dari segi masa dimana ia hidup, tempat dan karya-karyanya.

Periode Perkembangan Adab

Periode perkembangan dalam sastra arab dibagi kedalam enam periode :

Periode Jahiliyah : Sejak dua abad atau satu setengah abad sebelum islam hingga masa dimana islam muncul.
Periode awal Islam : Sejak munculnya islam hingga berakhirnya kepemimpinan Khulafa’urrasyidin tahun 40 H.
Periode Daulah Umayyah : Sejak berdirinya Dinasti Umayyah tahun 40 H hingga masa keruntuhannya tahun 132 H.
Periode Daulah Abbasiyah : Sejak berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun 132 H hingga masa keruntuhannya akibat serangan pasukan Tatar tahun 656 H.
Periode Keruntuhan: Periode ini dibagi dua fase yaitu sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah tahun 656 H dan ketika Dinasti Utsmaniyyah menguasai Kairo pada tahun 923 H dan berakhir hingga runtuhnya Dinasti Utsmaniyyah pada awal abad ketiga belas hijriah.
Era baru: Ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan kebangkitan islam dibeberapa negara arab pada awal abad ketiga belas hijriah hingga saat ini.

Study Biografi Tokoh Sastra Arab Al-mutanabbi


BAB I
A. Pendahuluan
Study tokoh sastra arab merupakan sebuah study sastra yang pembahasanya memusatkan pada biografi kehidupan tokoh-tokoh sastra arab, baik itu melingkupi pemikirannya, karya-karyanya, kontibusi keilmuanya dan pengaruhnya terhadap sastrawan yang hidup sejaman maupun generasi berikutnya. Dalam preodesasinya study tokoh bahasa arab tidak terlepas dari catur sejarah sastra dan peradaban arab itu sendiri. Pada masa pra islam kita mengenal ilmu ini dengan sebutan study tokoh sastra arab jahili karena membahas biografi kehidupan tokoh-tokoh sastra arab pada masa itu, selanjutnya pada masa Islam melalui beberapa masa perkembangan yakni masa Rasuluah sampai Khulafaurasidin, masa Daulah Bani Umayah, masa keemasan Daulah Abbasiah dan masa Turki Usmani disebut dengan study tokoh sastra arab klasik. Setelah runtuhnya masa kesultanan Turki Usmani dan masuknya ekspansi Napoleon Bonaparte ke Mesi, makar pada masa ini sydah menjajaki era modern sampai sekarang dan kita mengenalnya dengan study tokoh sastra arab modern.


Pada paper ini penulis akan memaparkan study tokoh sastra arab klasik yang hidup pada masa keemasan Islam yakni masa Daulah Abbasiyah. Pada masa ini hidup seorang tokoh sastra yang bernama Ahmad bin Khusain bin Khasan al-Jufi atau dunia lebih mengenalnya dengan sebutan al-Muatanabbi. Penulis menekankan pada study biografinya dan perjalan kehidupan pengembaraannya yang selalu berpindah-pindah tempat dalam rangka mencari kehidupan. Untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya Ia hanya mengandalkan puisi-puisinya dan pekerjaannya sebagai penyair.

BAB II
PEMBAHASAN

B. Biografi al-Mutanabbi

Al-Mutanabbi merupakan salah satu penyair besar yang hidup pada masa dinasti Abbasiyah. Nama aslinya adalah Ahmad bin Khusain bin Khasan al-Jufi. Beliau lahir tepatnya pada tahun 303H/915M. Ia lahir dari kalangan keluarga miskin didaerah Kindah, Kufah. Ayahnya bernama Khusain bin Khasan bin Abdul al-Shamad, tetapi ada riwayat lain yang mengatakan bahwa namanya ayahnya adalah Muhamad bin Murrah bin Abdul Jabbar. Sementara Ibunya seorang Hamdzaniyyah yang namanya tidak diketahui secara jelas. Ayahnya bekerja sebagai penjual air keliling di kampungnya, sehingga tidak aneh kalaui mendapat gelar Abd al- Saqa.

Melihat dari keadaan ekonomi keluarganya yang miskin, saat masih kecil Al-Mutanabi mempunyai bakat kepenyairan yang hebat dan sudah terlihat. Melihat itu ayahnya sangat bersih keras membanting tulang bekerja untuk membiayai masalah pendidikannya dan berusaha mencarikan ulama yang mashur untuk dijadikan guru dalam mendidik anaknya. Ia belajar bahasa dan sasta arab di Kuttab al-Awaliyyin, itu tidak berlangsung lama karena ayahnya harus membawanya pergi disebabkan terjadi pemberontakan Qaramithah pada 316 H/ 928 M. Setelah itu kemudian ayahnya bersama al-Mutanabbi kecil pindah kedaerah Syam pada 321 h/ 933 M. di daerah Syam tersebut al-Mutanabbi tumbuh dan berkembang, ia banyak belajar ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra arab kepada para ulama seperti Ibnu Siraj, Abu al-Hasan al-Akhfasy, al-Zajjaj, Abu Bakar Muhamad bin Duraid dan Abu Ali al-Farisi. Ia bersama ayahnya tinggal di Syam selama 15 tahun. Setelah tinggal cukup lama di Syam al-Mutanabbi kemudian pindah ke Aleppo pada tahun 337H/948M. dan setelah beberapa tahun tinggal di sana ia pindah ke daerah Fusthat/Mesir tahun 346H/957M. dan terakhir ia pindah ke Irak dan Persia pada tahun 350H/962M, sampai sang ajal mencabutnya pada 354H/965M.

Melihat dari aspek kehidupannya yang sering pindah tempat, dapat dipastikan ia merupakan penyair yang suka mengembara. Pada waktu itu mengembara merupakan suatu fenomena yang sangat lumrah dalam rangka mencari ilmu pengetahuan. Tidak hanya dilakukan oleh al-Mutanabbi tetapi para penyair dan para ulama terdahulu dapat dipastikan pernah melakukan perjalanan pengembaraan dalam mencari ilmu pengetahuan. Fenomena tersebut terjadi, seiring dengan banyaknya dilakukan ekspansi dan perluasan wilayah yang menyebabkan terjadinya penyebaran para ulama di berbagai wilayah yang ditaklukan, konsekuensi logisnya pernyebaran ilmu pengetahuan di tiap daerah sudah menjadi hal yang lazim. Disamping itu sarana prasarana dan komunikasi pengetahuan tidak sepesat zaman modern ini, pengetahuan bisa diakses dimanapun akan tetapi tradisi pengetahuan klasik seperti riwayat sangat dominan saat itu. Sehingga saat itu solusi yang konkret untuk belajar dan mencari ilmu pengetahuan adalah dengan mengembara untuk menemui para ulama.

Setelah dewasa bakatnya dalam bersyair sudah tak terejawantahkan lagi, ia bergumam untuk menjadi seorang penyair sejati, dan bertekad untuk mencari penghidupan sebagai seorang penyair dan menjual syair-syairnya kepada para penguasa dan orang-orang kaya yang berduit. Sejak saat itu ia berusaha keras untuk mendekati para penguasa untuk membacakan syair madhnya, ataupun membacakan syair hijanya yang sangat kuat dan luar biasa agar merah simpati penguasa itu, sehingga ia mencapai puncak kejayaannya sebagai penyair resmi istana pada masa Sayf al-Daulah dari dinasti Khamdan di Aleppo, Syiria. Sepanjang karirnya, al-Mutanabbi dikenal sebagai penyair handal dalam bidang puisi pujian (madh), yakni satu ragam puisi pujian yang digunakan untuk menyanjung seseorang. Selain itu ia handal di bidang puisi istidraz, ia juga sangat piawai dalam bidang puisi satire (hija) dan eulogy (ratapan). Oleh karena itu, Toha Husen, seorang kritikus sastra Arab modern, mengatakan bahwa kedudukan al-Mutanabbi layaknya pemimpin para penyair pada zamannya karena ketajaman puisinya.

Al-Mutanabi sebagai seorang penyair yang mashur, memiliki watak dan kepribadian jelek, pemikiranya keras, suka berubah-ubah tak tentu arah, tidak mudah tunduk pada penguasa manapun, sombong dan suka bertualang. Ia dikenal sebagai pemberontak mungkin karena banyak dari syair-syair hija’nya yang keras secara blak-blakan mengkritisi penguasa setempat, terlebih lagi ia pernah terlibat dalam gerakan politik Syiah Qaramatihah yang ekstrim. Akibatnya ia tidak saja keluar masuk istana para penguasa akan tetapi ia juga keluar masuk penjara.

Di dalam literatur sastra Arab disebutkan bahwa al-Mutanabbi menjalani karirnya sebagai penyair madh dengan mencari perlindungan kepada penguasa dalam lingkungan dinasti Abbasiyah. Pada awalnya ia masuk dalam klan Tannukh dan keluarga Taghj mempersembahkan puisi madhnya, kemudian ia memuji Badr bin Amar dan Abu al-‘Asyair, berikutnya adalah Saif al-Daulah, penguasa dinasti Hamdaniyah; Kafur, penguasa dinasti Ikshidiyah, dan Adad ad-Daulah, penguasa sentral dinasti Abbasiyah dari keluarga Buwaih. Semua itu dilakuakan semata matu bukan untuk mencari perlindunga akan tetapi untuk mencari penghidupan dengan membacakan dan menjual syair pujiannya itu.

C. Fase-fase perjalanan kepenyairannya

Sebagai seorang penyair yang mashur, kehidupan al-Mutanabbi menjalani beberapa fase penting dalam kepenyairannya; fase pertama atau lebih dikenal dengan fase Al-Shaba Wa Asy-Syabab, fase kedua atau disebut sebagai fase A-Azamah, Fase ke tiga dalam kehidupanya sebagai penyair disebut sebagai fase ghayah al Nudji dan fase ke empat merupakan pase terakhir kehidupannya sebagai penyair sampai wafat.

1. Fase pertama; Petualangannya di Syam (321-336 H / 933-948 M)

Pada fase ini yakni memaparkan kehidupannya yang dimulai setelah di keluar dari penjara dan mulai mengembara di Syam untuk memuji para penguasa dan pembesar saat itu. Di Syam al-Mutanabi belajar ilmu bahasa dan retorika kepada para ahlinya sehingga kepiawaianya dalam berbahasa dan berretorika sangat terkenal dan suit dicari tandingannya. Ada yang menarik pada fase ini ia dua kali keluar masuk penjara dikarnakan keserakahannya akan kekuassan. kemampuan retorika dan bahasanya yang terkenal menjadikan ia seorang pemimpin dalam bidang puisi dan adab pada waktu itu, tidak puas dengan hal itu ia menyerukan kepada para pendukungnya dari kalangan pemuda untuk membaiatnya. Akan tetapi sebelum pembaiatan terjadi langkahnya itu sudah tercium oleh pemerintahan setempat, al-Mutanabi kemudian ditangkap dan dijebloskan kepenjara. Karena kecerdikannya al-Mutanabi dalam penjara mengubah puisi I’tidzarnya yakni puisi yang isinya memohon belas kasihan dan permintaan maafnya. Kemudian ia dibebaskan.

Tidak jera dengan hal itu sekeluar dari penjara al-Mutanabi menginginka sesuatu yang lebih dari itu; yakni menjadi seorang Nabi. Ia berdakwah di daerah Samawah dan sekitarnya dan mengklaim dirinya sebagai keturunan ‘Alawi, kemudian mengaku dirinya sebagai nabi dan membuat ungkapan kalimat-kalimat yang mirip dengan bahasa Al-Quran seperti ungkapan tersebut;

"والنجم السيار، والفلك الدوار، والليل والنهار، إن الكافر لفى أخطار، امض على سنتك وافق أثر من قبلك من المرسلين، فإن الله قامع بك زيغ من الحد فى دينه وضل عن سبيله"

“ Demi bintang yang berpindah, demi falak yang beredar, demi malam dan siang, sesungguhnya orang kapir berada dalam bahaya, tetaplah dalam tradisimu dan ikutilah As/Ar para rasul sebelummu. Sesungguhnya allah melarangmu dari pelanggaran batas agama dan dari jalan yang sesat.”

Mendengar hal itu Gubernur Emisa, Lu’lu’ al-Ikhsidi geram, dan memerangi, memenjarakan al-Mutanabi dan para pengikutnya dalam waktu yang cukup lama. Sekali lagi karena kepintaran al-Mutanabi dalam berpuisi, dan bersilat lidah ia memohon belas kasihan yang terus menurus, kemudian ia di bebaskan dengan syarat ia mencabut kembali dakwahnya dan kembali pada Islam. Semenjak peristiwa itulah ia mendapatkan julukan al-Mutanabbi.

Sekeluarnya dari penjara untuk kedua kalinya, al-Mutanabbi semakin mashur dan produktif mengubah puisi. Sejarah mencatat bahwa jumlah orang yang menjadi objek kajian puisinya adalah tidak kurang darri 30 orang yang paling mashur dari orang-orang tersebut adalah Badr bin Amar, Abu al-‘Asyair, Saif ad-Daulah, Kafur al-Ikhsyidi, dan Adad ad-Daulah.

Secara totalitas puisinya pada zaman ini masih terpengaruh oleh tiruan dan kelanjutan dari puisi masa sebelumnya dan tampak sekali unsur keterpengaruhannya tersebut baik oleh pendahulunya ataupun penyair yang sejaman dengannya. Melihat keistiewaan puisi al-Mutanabi ini terletak pada kemampuannya memadukan style baru yang lebih bebas dan style lama yang lebih terikat pada wazan dan qafiah tertentu. Ia sangat mengagumi Abu tamam dan Al-Buchturi sebagai pendahulunya dalam puisi madhnya dan ia juga terpengaruh oleh kebebasan puisinya Abu Nawas.

2. Fase kedua menjadi penyair istana di Aleppo (337-334 H / 948-957 M)

Pada fase kedua atau disebut sebagai fase al-Azamah yang dimuali sejak pertemuannya dengan Sayf Ad-Daulah di Antiokia melalui prantara Abu al-Asyair pada tahun 337H/948M. pada pertemuan itu Sayf Ad-Daulah sangat terkesan dengan syair yang dibacakan al-Mutanabbi kemudian ia memintanya untuk pergi bersamanya ke Aleppo agar menjadi penyair istananya. Al-Mutanabbi memenuhi permintaan itu dengan beberapa syarat yakni; pertama ia membawakan puisinya tidak dalam keadaan berdiri. Kedua, ia tidak mau bersujud kepada Sayf Ad-Daulah dan ketiga Sayf Ad-Daulah harus membayar 3000 dinar pertahun. Akhinya Sayf Ad-Daulah ketiga persyaratan tersebut dan sejak saat itu ia resmi menjadi penyair istana.

Pada fase ini merupakan fase kejayaannya sebagai penyair, disamping al-Mutanabi sebagai penyair kesayangan Sayf Ad-Daulah dan selalu pergi bersamaan kemanapun mereka pergi. Ia hidup selama Sembilan tahun disisi Sayf Ad-Daulah yang puisinya dikhususkan untuk memujinya dan mencaci para musuhnya. Namun puisi yang dibuatnya pada fase ini sangat banyak dan temanya sangat beragam. Thaha Husain mencatat kenapa pada masa ini dijadikan masa produktifitasnya tinggi sehingga di jadikan kejayaan kepenyairanya. Pertama paktor figure pemimpin Sayf Ad-Daulah sebagai amir yang menuntutnya untuk bertindak cepat, tegas dan tepat terhadap hal-hal yang mengancam kekuasaannya. Hal ini membuat reaksi sepontan untuk al-Mutanabi dalam membuat syair madhnya. Kedua factor alamiah sebagai manusia biasa. Banyak dari kalangan istana yang iri akan kedekatanya dengan Sayf Ad-Daulah, untuk membela diri dari semua itu ia membuat syair hija’. Tidak hanya itu kuatnya daya khayal dan athifahnya untuk mengubah semua puisinya. Singkatnya kehidupan al-Mutanabbi bersama Sayf Ad-Daulah berpengaruh terhadap karya-karya puisinya seakan-akan ia menemukan jati diri dan orisinilitas karyanya. Maka tidak aneh jika tahun-tahun kehidupannya bersama Sayf Ad-Daulah menjadi masa kejayaan dan keemasannya sebagai penyair. Disamping itu Aleppo pada masa itu tumbuh sebagai kota tempat bersemayamnya sastra dan ilmu pengetahuan. Sayf Ad-Daulah sebagai seorang keturunan arab asli sangat gemar dengan syair-syair arab, itu membuat produktifitas al-Mutanabbi dalam menciptakan puisi dan membuat inovasi baru terhadap tema, style, dan wasf pada puisi-puisinya menjadi segar.

3. Fase ketiga bersama Kafur di Mesir (346-350 H / 947-962 M)

Fase ke tiga dalam kehidupanya sebagai penyair disebut sebagai fase Ghayah al- Nudji. Ini dimuali sejak kedatangannya ke Mesir lebih tepatnya Iskandariyah untuk memuji penguasa yang ada disana yakni Kafur al-Ikhsyidi. Di sana ia tinggal cukup lama membacakan puisi madehnya untuk Kafur dengan harapan ia memperoleh imbalan yang sama seperti yang di berikan Sayf Ad-Daulah.

Setelah al-Mutanabbi meninggalkan Saif ad-Daulah dalam perjalanannya ke Mesir, ia sempat pergi ke Damaskus. Gubernur Ibnu Malik sangat menginginkan agar al-Mutanabbi mau menggubah puisi pujiaannya untuknya, tetapi dengan angkuh ia menolak tawaran tersebut. Ia juga menolak tawaran serupa ketika gubernur Hasan bin Thugdh di Ramalah menyambut kedatangannya dengan hangat dan hadiah-hadiah. Kedatangannya diramlah terdngar oleh Kafur, lalu kafur mengundangnya ke Mesir. Setibanya disana Kafur memberikannya sebuah rumah lengkap dua penjaga bersenjata dan dua orang penngawal yang siap mengiringinya kemanapun.

Di Mesir al-Mutanabbi banyak sekali membuat puisi madh yang ditujukan untuk Kafur al-Ikhsyidi dengan harapan dapat meluluhkan hatinya dan dapat memberikan semua janjinya yang menjadi ambisi almutanabbi. Setelah beberapa tahun tinggal di Mesir dengan tangan hampa al-Mutanabi merasa kecewa, sedih dan putus asa sehingga memutuskan untuk berperang dengan Kapur dengan cara membuat puisi Hija’. Melihat dari itu semua wajar sekali bagi al-Mutanabbi untuk kecewa saat menghadapi kenyataan itu tidak sesuai dengan harapannya. Karena ia menaruh harapan besar kepada Mesir setelah ia memutuskan pergi dari Aleppo karena sakit hati oleh Sayf Ad-Daulah. Pada tahun 350 H/950M al-Mutanabbi pergi meninggalkan Kafur karena putus asa menuju pelindung berikutnya.

Kendati ia kecewa pada Kafur al-Ikhsyidi, selama di Mesir ada perkembangan positif dalam karya puisinya, mungkin karena kondisi dan situasinya yang mengajarkan dan menancapkan kesedihan panjang yang dalam, mengajarkannya berpikir dan merenung, mempertajam lisannya sehingga puisinya itu lebih mengena di hati para pendengarnya. Disamping itu ia menggubah puisi hija yang halus dengan banyak mengandung hikmah dan nasehat. Ditangannya hija’ bisa diramu menjadi amsal dan puisi hikmah. Pada masa ini jiwanya semakin matang dan lambat laun ia mencapai tahap meremehkan segalanya dan itu di ungkapkan dalam puisi hijanya.

Pada masa ini al-Mutanabi mencapai puncak kematangannya sebagai penyair (Ghayah al-Nudji), berbeda saat bersama Sayf Ad-Daulah di Aleppo, ia selalu disibukan dengan kehidupan yang hedonis dan hal-hal lain yang bersifat material di lingkungan istana. Di Mesir sebaliknya kehidupannya yang tentram dan aman membuatnya menjadi banyak merenung dan sadar diri akan keberadaannya. Seperti syair berikut ini yang ungkapannya berupa perasaan putus asa dan merasa lelah akan penantiaannya yang hampa, ia menghibur dirinya dengan bait syair dibawah ini:

كل يوم لك ارتحال جديد وميرللمجد فبه مقام

وإذاكانت النفوس كبارا تعبت فى مرادها الأجسام

“Setiap dari kamu memiliki petualangan baru dan perjalanan menuju suatu tempat kemulyaan. Jika keinginan menjadi semakin besar badan akan lelah untuk mencapainya.”

4. Fase ke empat di Irak dan di Persia (350-354 H / 962-965 M.)
Pada fase ini ia sudah mencapai puncak dari kemashuran, memperoleh harta benda dan segala hadiah hadiah dari berjualan puisi-puisinya kepada para pembesar dan penguasa. Namun dalam hatinya yang terdalam selalu ada perlawanan dan ada gejolak jiwa yang membuatnya selalu merasa tidak puas dan merasa cukup. Ia selalu merasa ingin lebih dan lebih dari apa yang di dapatnya.

Dari Mesir al-Mutanabi menuju Kufah, disana Ia singgah sebentar dan turut serta dalam peperangan melawan pemberontak Qaramithah dan bani Kilab. Dari sana ia menuju Bagdad yang ketika itu dikuasai bani Buwaih dengan wazirnya al-Muhalabi. Disana ia sempat membuat puisi madh untuk wazir dan hal ini membuat penyair istana lainnya cemburu dan menghatamnya dengan puisi hija’. Sadar dan merasa tidak nyaman tinggal di Bagdad ia kembali lagi ke Kufah untuk sekaligus menemui utusan Sayf Ad-Daulah yang membawa banyak hadiah serta undangan untuk kembali ke Aleppo tetapi ditolaknya dengan halus. al-Mutanabi malah pergi ke Arrijan memenuhi undangan Ibnu al-Amid, kemudian ke Syiraz memenuhi undangan Adlid al-Daulah al-Buwaihi.

Setelah tinggal lama di Syiraz dan memperoleh hadiah banyak harta dari Adlid al-Daulah al-Buwaihi, al-Mutanabi meminta izin untuk berjiarah ke Bagdad bersama anaknya Muhsid dan budaknya Muflih yang membawa seluruh hartanya. Dalam perjalanan ia dicegat oleh Fatik bin abi al Jahl al-Asadi bersama rombongan 70 orang, yang sakit hati karena keponakannya Dlabah bin Yazid al A’yni dihina oleh puisi hijanya dan dideskriditkan oleh itu. Dan mereka bertempur di sebuah daerah beernama shafiyah dekan Nu’maniyah. Lalu al-Mutanabbi meninggal pada pertempuran itu pada tahun 354H/965M.

BAB III
PENUTUP

D. Simpulan

Al-Mutanabbi merupakan penyair besar yang hidup di zaman ke emasan Islam pada masa Daulah Abbasiah. Ia merupakan penyair yang memiliki kemampuan yang khas dibandingkan dengan para penyair yang hidup pada masa ini. Pada masa kematangannya sebagai penyair dia sudah mempunya style, tema dan wasf baru yang khas dan diidentikan dengannya. Terlebih lagi kelebihannya dalam puisi madeh dan memoles puisi hija’ dengan minyisipkam amsal dan hikmah didalamnya. Itu merupakan sebuah inovasi yang baru dan mengesankan dalam khazanah puisi Arab setelah dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya seperti Abu Tamam, al-Buhturi dan Abu Nawas.

Kesuksesannya itu ditopang oleh perjalanan pengembaraannya dalam mencari ilmu pengetahuan, pengalaman dan materi dalam kehidupan kepenyairannya. Bakatnya dalam bersyair yang sulit di cari tandingannya di manapun membuat ia dekat dan banyak dikenal oleh penguasa dan pembesar negeri saat itu*seperti Sayf Ad-Daulah di Aleppo, Kafur al-Ikhsyidi di Iskandariah, Mesir dan lainnya. Disamping itu prilakunya yang cendrung memberontak terhadap segala sesuatu yang tidak sejalan dengan nalarnya membuat ia sering pindah tempat dan mencari penguasa baru untuk dijadikan tempat perlindungan dan menjual syair-syairnya untuk kepentingan penguasa itu.

Daftar Pustaka
Kadir Abdul, Muzakkirah fi at-Tarikh al-Adab al-‘Araby, Kuala Lumpur: DBP, 1987
Khusain Thoha, Ma’al-Mutanabbi, Kairo; Dar al-Ma’arif
Nura’in, al-Mutanabbi sebuah Biografi, Jurnal Adabiyyat vol. 3, no. II juli 2004, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Jogjakarta;
Subaiti, Mustofa, Syarah Diwan Abi at-Tayyib al-Mutanabbi, juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986