Pages

Thursday, October 6, 2011

BUDAYA SHAPARAN DAN BUDAYA SYURA MASYARAKAT JAWA

    • BUDAYA SHAPARAN MASYARAKAT JAWA
    Dalam kebudayaan di Jawa ada sebuah budaya yang sangat mengental dan sudah dilakukan sejak dahulu.Budaya yang banyak dianut oleh masyarakat jawa awalnya berasal dari agama dan samapai sekarang masih dilakukan, seperti budaya shaparan. Shaparan sendiri berawal dari bahasa arap yaitu ‘afwan yang memiliki makna meminta maaf, tetapi orang dahulu sangat sulit untu mengucaokannya sehingga berubah menjadi ngapemdan sampai saat ini parapenduduk jawa menyebutnya dengan kata shaparan. Perayaan budaya ini hanya dilakukan satu satu sekali, walaupun seperti budaya shaparan masih sangat membudaya ( menjamur ) di dalam masyarakat jawa, untuk wilayah-wulayah tertentu perayaan yang dilakukan berbeda,contoh di daerah nganglik budaya itu dilakukan dengan cara bersama-sama pergi ke masjit untuk melakukan berdoa bersama danselalu membawa makanan( sesaji ) yang digunakan sebagai makan bersama.


    Wujut budaya seperti itu masinh kental dan bersangkutan dengan agama sebab shaparan merupakan ritual rutin yang selalu diisi dengan pengajian, sholawat dan senandung al-qur’an. Bila kita lihat budaya ini setiap daerah memiliki kekhasan dalam perayannya, seperti di Bantul, Solo dan masih banya lagi daerah-daerah lain, Pengapurooan merupakan istilah yang sering digunakan dalam bahasa Jawa, rasa saling meiliki dan memafkan antar saudara sangatbaikdan mereka juga memnjatkan rasa syukur pada Allah SWT bahwa masih diberi kesehatan dan sebagian orang juga melakukan ziyarah ke makam-makam tokoh-tokoh islam. Banyak sekali budaya-budaya jawa yang memiliki sangkut pautnya dengan ajaran Islam, shaparan juga merupakan budaya yang sangat unik, oleh sebab itu masyarakat jawa sangat memlihara budaya shaparan itu.
    Kegiatan yang hanya dilakukan selama bulan sapar dalam hitungan jawa. Kegiatan-kegiatan itu pada umumnya dilakukan pada minggu awal, keuga atau terkahir, setiap daerah berbeda dalam menentukan harinya tergantung dari kebiasaan yang sudah dilakukan sejak dahulu di setiap daerah masing-masing. Kehidupan masyarakat jawa sangat beragam akan hal budaya dan kesopanan, Shaparan banyak di sukai oleh anak-anak sebab mereka dapat memperoleh makanan dengan cuma-cuma dan shaparan merupakan tinggalan dari nenk moyang di tanah jawa ini. Keunikan dan ragamnya budaya jawa sampai dapat ditirukan oleh masyarakat lain di luar jawa, orang-orang pendatang yang tinggal di lingkungan orang jawa juga mengikuti budaya itu meskipun mereka kurang mengerti maksutnya.

    Budaya-budaya jawa yang masih terlestarikanmasih cukup banyak, tetapi dilihat dari akhir-akhir ini setiap acara shaparan masyarakat yang datang agak berkurang, apalagi generasi penerus banyak yang memiliki kesibukan sendiri-sendiri, sehingga yang masih mayoritasdatang dalam acara shaparan adalh anak-anak dan para orang tua sedangkan yang kaum muda hanya nenerapa saja. Meskipun peranan anak muda sudah berkurang tetapi digantikan oleh generasi yang lebih cerdas dan sangat menghargai budaya.

    Di jogja daerah Gamping budaya shaparan sering di ilustrasikan di sebut dengan blembem. Saat zaman dahulu budaya shaparan biasanya dilakukan oleh masyarakat saat setelah memanen hasil pertanian mereka dengan acara membuat gunung-gunungan yang terbuat dari hasil-hasil panen pertanian mereka, selain itu hasil-hasil panen itu diletakkan di suatau tempat yang masyarakat angap waktu itu sebagai sesuatu yang patut mereka beri. Sesaji yang masyarakat kumpulkandi doakan terlebih dahulu sebelum diletakkan di temapatyang biasa mereka gunakan, walaupun kelihatannya seperti sesuatu acara untuk persembahan tetapi semuanya itu merupakan rasa syukur kepada Allah SWT, unsur-unsur agama yang terkandung dalam budaya shaparan ini masih sangat sangat bagus sekali hsamapai saat ini. Terkadang semua masyarakat mengundang ulama dari pesantren untuk mengisi tausiyah bersama agar rahmat itu akan terus selalu hidup yaitu selalu menyisakan sebagian rizkinya untuk sama-sama agar bisa juga dinikmati oleh masyarakat lain dan untuk mempererat rasa persaudaraan sesame manusia.

    Orang-orang tua di daerah masing-masing selalu untuk menumbuhkan rasa cinta pada budayanya dengan menyuruh anak-anak atau generasi mereka datang pada acara shaparan itu dengan tujuan agar mereka tidak lupa akan selalu mensyukuri nikmat dan saling berbagi dengan masyarakat sekitar. Shaparan selalu dilakukan oleh masyarakat jawa, sesaji-sesaji yang ada bukan maksut untuk hal-hal yang menentang agama, tetapi setidaknya setiap budaya masyarakat daerah memiliki makna yang dalam tersendiri bagi budaya itu.

    • BUDAYA SYURA  MASYARAKAT JAWA

    Dalam masyarakat Jawa selain budaya Shaparan ada juga budaya yang di sebut Syuro, bahasa itu merupaka adopsi dari bahasa arab Syaara. Jika dalam kehidupan budaya di Keraton ( Yogyakarta ) setiap jatuhnya bulan Syuro mereka bersama-sama berjalan mengelilingi benteng ( pojok benteng ) denngan jalan kaki, selain itu syuro juga terkadang dilakukan pada saat pergantian tahun. Masyarakat Jawa banyak megunakan syuro dengan melakukan hal-hal ritual yang dahulunya tinggalan kebiasaan nenek moyang, sama halnya dengan budaya syawalan, hanya memiliki perbedaan di salah satu aspek. Budaya syuro lebih identik pada ritual-ritual seperti memnadikan keris-keris dan alat-alat yang mereka angap keramat, selain itu masyarakat juga megadakan perayaan dengan selamatan di masjit untuk berdoa bersama.

    Sebagian masyarakat Jawa megatakan tidak boleh adanya perayaan atau pernikahan di bulan itu selain perayaan untuk budaya itu sendiri. Syuro bukan berarti semuanya hal-hal mistis yang banyak dilakukan tetapi juga hal-hal positif juga ada dalam budaya syuroan itu, masyarakat jawa dalam merayakan syuroan setiap daerah berbeda cara, di daerah Solo dalam merayakan budaya itu biasanya dilakukan pada tanggal 8 syuro sedangkan di daerah Jogja biasanya dilakukan ptanggal 10 syuro sedangkan di Magelang melakukannya pada pertengahan Syuro. Kehidupan masyarakat Jawa yang selalu memiliki rasa kebersamaan dalam hal budaya perlu kita beri aplus, saat ini budaya syuroan lebih banyak dilakukan oleh kaum yang sudah lansia, anak-anak generasi budayaini sangat sulit untuk mematuhi kebiasaan pada bulan ini,. Pengajian atau siraman rohani pada Syuroanini masih tetap membudaya dan anak-anak bahkan orang dewasa masih mengikuti.

    Budaya Jawa banyak sekali hanya saja saat ini tidak semua budaya itu dapat terexsplor semuanya. Pemerintah Yogyakarta ( Hamengku Buhono X ) sangat menghargai budaya-budaya jawa, apalagi saat perayaan maulid nabi Muhammad SAW di sekililing keratin terdapat pasar malam untuk masyarakat jogja jika ingin hiburan bahkan ada saat puncaknya yaitu sekitar tgl 20-an bulan maulid.


    No comments:

    Post a Comment