![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicSDhddhMhSa4MRsE-UyEQtVkr5jL3MIcyT-Et3axgJPCaUK3CRAm_m1KC0oVeuzU5cPGuqawjUa-e85WgSuJV-HVitG2hfGjE8ldvpybo7VNj9fR0NqoKv2nanyz3CQjWQXxVmuhumf4/s200/GGG.jpeg)
Beberapa alasan diatas menjadi perhatian khusus terutama sastrawan barat yang mulai berkembang pada abad ke 17 yang saat itu islam yang menjadi basis sastra arab mengalami pengunduran. Salah satu sastrawan arab yang cukup intens memberikan perhatian tershadap sastra arab adalah Goethe. Dai banyak melahirkan karya sastra arab dengan tinta emasnya sehingga menjadi sumbangan berharga bagi dunia sastra terutama di indonesia. Melalui makalah ini, kami akan mencoba memaparkan bagaimana sastra arab dalam karya Goethe.
Tulisan ini ini meliputi pembahasan yang berkaitan dengan perhatian goethe terhadap sastra arab dan permulaan dia mengenal terhadap sastra arab dan sedikit penulis paparkan biografi singkat goethe dalam dunia sastra. Semoga tulisan ini menjadi salah satu bahan bacaan yang menarik terutama bagi mahasiswa dengan jurusan bahasa dan sastra arab dan memperkaya pemahaman mahasiswa tentang sastra arab.
A. BIOGRAFI JOHAN WOLFGANG VON GOETHE
Johann Wolfgang von Goethe dilahirkan di Frankfurt pada 28 Agustus 1749. Anak tertua dari pasanagan Johann Kaspar Goethe dan Katharina Elisabeth Textor Goethe. Ayah Goethe, asal Thuringian, belajar Hukum di the University of Leipzig. Meskipun ia tak berkarir sesuai ilmunya, namun pada 1742 ia dapat mencapai posisi sebagai kaiserlicher Rat (semacam penasehat pemerintah), yang pada 1748 menikahi putri saudagar Frankfurt. Dari semua anaknya yang lahir, orang tua Goethe hanya mendapati Johann dan saudara perempuannya Cornelia saja yang hidup sampai dewasa. Saudara perempuannya Goethe dinikahi oleh sahabat karib Goethe, J. G. Schlosser pada 1773. Tampaknya, bakat kreativitas dan kepekaan imajinasi Goethe diwarisi dari ibunya, sedangkan pembawaannya yang tenang dan teguh diwarisi dari ayahnya.
Multi talenta yang dimiliki Johann Wolfgang von Goethe menunjukkan kebesaran pemikiran dan kepribadiannya. Napoleon terkesan terhadap Goethe, setelah pertemuan mereka di Erfurt ketika ia berujar: "Voila un homme!" (Ini dia anak muda!)—karena terkesan atas kejeniusan Goethe. Goethe tidak hanya bisa disejajarkan dengan Homer, Dante Alighieri, ataupun William Shakespeare atas kreativitasnya, tapi juga segala hal mengenai hidupnya --panjang umur, kaya-raya, serta kepribadiannya yang tenang dan optimistis—- aura kebesarannya mungkin melebihi karyanya, Faust, sebuah karya kebanggaan Jerman.
Goethe menjalani masa kecilnya dalam bahagia, rumah orang tuanya yang besar terletak di Grosse Hirschgraben di kota Frankfurt, seperti disebut dalam autobiografinya Dichtung und Wahrheit. Ia dan saudara perempuannya Cornelia memperoleh pendidikannya secara private di rumah, dibawah bimbingan guru yang disewa. Buku-buku, senirupa, dan seni teater yang melimpah di sekeliling lingkungannya tampaknya banyak mengasah imajinasi dan daya intelektual Goethe kecil dengan cepat.
Semasa Perang Tujuh Tahun Perancis menduduki Frankfurt. Dan serombongan teater Perancis masuk di kota itu, dan Goethe, karena kakeknya seorang yang berpengaruh, menyebabkannya memiliki akses gratis untuk dapat menonton pementasan-pementasan teater itu. Ia banyak menimba pengetahuannya tentang Perancis melalui pementasan-pementasan tersebut serta pergaulannya dengan para aktornya. Sementara itu, bakat sastranya mulai terbentuk lewat puisi-puisi relijiusnya, novel, dan kisah-kisah kepahlawanan yang dibuatnya.
Pada Oktober 1765 Goethe—yang berusia 16 tahun—bertolak ke Frankfurt untuk kuliah di the University of Leipzig. Ia tinggal di Leipzig sampai 1768, melanjutkan kuliah hukumnya. Pada saat yang sama ia juga mengambil mata kuliah seni rupa dari A. F. Oeser, direktur jurusan seni rupa the Leipzig Academy. Seni selalu menarik minat Goethe sepanjang hidupnya.
Selama tahun-tahunnya di Leipzig, Goethe mulai menulis syair-syair ringan beraliran Anacreontic. Banyak karyanya di tahun-tahun itu diinspirasi oleh rasa cintanya kepada Anna Katharina Schonkopf, puteri penjual wine di restaurant ia biasa makan malam. Dialah yang tampil sebagai "Annette" pada setiap karyanya sepanjang tahun 1895 itu.
Pembengkakan pada nadi di salah satu paru-parunya memaksa Goethe mengakhiri pelajarannya di Leipzig. Dari tahun 1768 hingga musim semi 1770 Goethe berbaring di rumah, pelajarannya di Leipzig terpaksa berlanjut di rumah. Itulah periode dimana ia banyak melakukan intropeksi dengan serius. Penjelajahannya pada syair-syair beraliran acreontic dan rococo yang dimulainya sejak di Leipzig segera berlalu sejalan dengan pesatnya pencapaian puncak karya seninya.
Multi talenta yang dimiliki Johann Wolfgang von Goethe menunjukkan kebesaran pemikiran dan kepribadiannya. Napoleon terkesan terhadap Goethe, setelah pertemuan mereka di Erfurt ketika ia berujar: "Voila un homme!" (Ini dia anak muda!)—karena terkesan atas kejeniusan Goethe. Goethe tidak hanya bisa disejajarkan dengan Homer, Dante Alighieri, ataupun William Shakespeare atas kreativitasnya, tapi juga segala hal mengenai hidupnya --panjang umur, kaya-raya, serta kepribadiannya yang tenang dan optimistis—- aura kebesarannya mungkin melebihi karyanya, Faust, sebuah karya kebanggaan Jerman.
Goethe menjalani masa kecilnya dalam bahagia, rumah orang tuanya yang besar terletak di Grosse Hirschgraben di kota Frankfurt, seperti disebut dalam autobiografinya Dichtung und Wahrheit. Ia dan saudara perempuannya Cornelia memperoleh pendidikannya secara private di rumah, dibawah bimbingan guru yang disewa. Buku-buku, senirupa, dan seni teater yang melimpah di sekeliling lingkungannya tampaknya banyak mengasah imajinasi dan daya intelektual Goethe kecil dengan cepat.
Semasa Perang Tujuh Tahun Perancis menduduki Frankfurt. Dan serombongan teater Perancis masuk di kota itu, dan Goethe, karena kakeknya seorang yang berpengaruh, menyebabkannya memiliki akses gratis untuk dapat menonton pementasan-pementasan teater itu. Ia banyak menimba pengetahuannya tentang Perancis melalui pementasan-pementasan tersebut serta pergaulannya dengan para aktornya. Sementara itu, bakat sastranya mulai terbentuk lewat puisi-puisi relijiusnya, novel, dan kisah-kisah kepahlawanan yang dibuatnya.
Pada Oktober 1765 Goethe—yang berusia 16 tahun—bertolak ke Frankfurt untuk kuliah di the University of Leipzig. Ia tinggal di Leipzig sampai 1768, melanjutkan kuliah hukumnya. Pada saat yang sama ia juga mengambil mata kuliah seni rupa dari A. F. Oeser, direktur jurusan seni rupa the Leipzig Academy. Seni selalu menarik minat Goethe sepanjang hidupnya.
Selama tahun-tahunnya di Leipzig, Goethe mulai menulis syair-syair ringan beraliran Anacreontic. Banyak karyanya di tahun-tahun itu diinspirasi oleh rasa cintanya kepada Anna Katharina Schonkopf, puteri penjual wine di restaurant ia biasa makan malam. Dialah yang tampil sebagai "Annette" pada setiap karyanya sepanjang tahun 1895 itu.
Pembengkakan pada nadi di salah satu paru-parunya memaksa Goethe mengakhiri pelajarannya di Leipzig. Dari tahun 1768 hingga musim semi 1770 Goethe berbaring di rumah, pelajarannya di Leipzig terpaksa berlanjut di rumah. Itulah periode dimana ia banyak melakukan intropeksi dengan serius. Penjelajahannya pada syair-syair beraliran acreontic dan rococo yang dimulainya sejak di Leipzig segera berlalu sejalan dengan pesatnya pencapaian puncak karya seninya.
B. PERKENALAN GOETHE DENGAN SASTRA ARAB
Sangatlah besar penghargaan Goethe terhadap karya sastra Arab, membuktikan kedekatannya secara pribadi dengan warna dan nilai sastra mahatinggi ini. Dalam beberapa puisi, Goethe terkesan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada bangsa Arab karena cukup mengilhami dan mengontribusikan warna sastra tersendiri dalam karya-karyanya.
Sangatlah besar penghargaan Goethe terhadap karya sastra Arab, membuktikan kedekatannya secara pribadi dengan warna dan nilai sastra mahatinggi ini. Dalam beberapa puisi, Goethe terkesan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada bangsa Arab karena cukup mengilhami dan mengontribusikan warna sastra tersendiri dalam karya-karyanya.
Perkenalan Goethe dengan sastra Arab, secara intensif bermula semenjak ia sebagai mahasiswa di Universitas Leipzig, tahun 1761 atau pertengahan abad XVIII. Saat Barat menyemarakkan studi-studi antropologis dan ekspedisi-ekspedisi geografis ke daratan Arab. Dalam buku keenam dari Puisi dan Cinta, Goethe mencatat perhatian besarnya pada hasil-hasil ekspedisi itu. Terutama pada Carsten Neibhur yang pernah mengunjungi Mesir, Yaman dan daerah-daerah Arab lainnya (1767). Buku Nibhur yang paling ia kagumi, berjudul Beschreibungen von Arabien atau deskripsi tentang negara-negara Arab (1767) dan dua jilid buku berjudul Reisebeschreibung nach Arabein und anderen umliegenden laendern atau investigasi deskriptif ke negara-negara Arab dan sekitarnya (Kopenhagen 1774, 1778). Dua buku ini mengilhami Goethe dalam satu karya drama berjudul Muhammad ia tampilkan di theatre Voltaire tahun 1800. Goethe mempelajari kesusasteraan Timur, tentunya tidak hanya dari Nibhur, tapi juga dari beberapa pakar kebudayaan Arab lain yang sering ia sebut. Di antaranya Peitro della Valle (1587-1652), Jean Baptiste Tavernier (1605-1689), dan khususnya Jean Chevalier de Chardin (1643-1713) yang banyak mengumpulkan khazanah sastra Arab. Di Leipzig, Goethe lebih mencurahkan perhatiannya pada sastra petualangan. Saat itulah Goethe mulai berkenalan dengan Al-Mutanabbi, penyair sufi populer di kalangan Islam, dari satu kasidah yang diterjemahkan Johann Jacob Reiske, seorang pakar bahasa Arab pada masa itu. Perhatian Goethe pada sastra Arab tidak di Leipzig saja, namun kedekatannya dengan Timur berkembang ketika di Strassburg, di universitas ini ia bertemu Johann Gottfried Herder, kakak kelasnya yang juga seorang pakar kebudayaan Timur, Herderlah yang mengarahkan Goethe mendalami bahasa Arab, sastra Arab jahili, sastra Islam dan mempelajari Al-Qur’an.
Meski demikian, tidak banyak yang mengakui kedekatan Goethe dengan dunia sastra Timur. Fritz Strich dalam bukunya Goethe dan Kesusastraan Dunia (1946. 2. verb. U. erg. Auflage 1957), menyatakan tidak menemukan bukti empiris pengaruh sastra Arab lama dalam karya-karya Goethe. Tapi bila ditelusuri lebih jauh, satu karya monumental Goethe yang ia sebut Ontologi Puisi Timur, sangat jelas warna dan nuansa sastra Timur mendominasi gaya dan setting-nya. Katharina Momsen, dalam bukunya Goethe dan Seribu Satu Malam (1981) mengungkap keterkesanan Goethe akan dunia sastra Timur. Ini terlihat dari dialog intensif Goethe dengan karya-karya puisi agung jahili yang diabadikan dengan nama ”Mu’allaqaat As-Sab’a” (7 kasidah cinta emas) dan salah satu cerita rakyat (safar) Arab yang dikenal dengan Seribu Satu Malam. Demikian juga kekagumannya akan sederet nama penyair Arab jahili: Imru Al-Qays, Amru bin Kultsum, Antara, Al-harits, Hatim Al-Tha’i, Qays bin Mulawwih, Labid bin Rabi’ah, Tharfa bin ‘Abd, dan Zuhair bin Salma. Untuk itu, tulisan singkat ini mencoba menggali warna dan roh sastra Arab dalam karya-karya Goethe, mungkinkah hal ini mengindikasikan lintas budaya Arab khususnya Islam dengan kebudayaan pada masa Goethe.
C. SERIBU SATU MALAM
Tidak diragukan lagi hubungan erat Goethe dengan cerita rakyat ini. Satu khazanah sastra yang mendapat penghargaan besar dari bangsanya sendiri dan diklasifikasikan sebagai salah satu ”Buku Ibu” sastra tradisional Arab. Katharina Momsen menyebutkan, kisah ini mempunyai pengaruh kuat dalam karya-karya Goethe. Ia mulai tertarik dengan cerita-cerita itu semenjak kecil dari ibu dan neneknya. Sehingga wajar kisah sastra milik bangsa Arab ini memiliki tempat tersendiri di hati Goethe. Tidak dari sisi pembahasaan saja, tapi juga isi, pola penulisan dan nilainya. Dalam beberapa puisinya, Goethe banyak menyebut ”Syahrazaad” (tokoh pencerita dalam Seribu Satu Malam). Memerankannya untuk mengungkapkan perasaan tertentu. Seseorang yang mengkritik kumpulan karya Goethe, akan menemui suatu pola penulisan baru yang selalu ia gunakan. Goethe dalam beberapa karyanya sengaja membanding-bandingkan diri kepenyairan dengan Syarazaad, yang dengan begitu ia mendapati sisi-sisi unik kepenyairan dalam karakteristik Syahrazaad. Hal ini sangat mempengaruhi cara penulisan cerita Goethe.
Tidak diragukan lagi hubungan erat Goethe dengan cerita rakyat ini. Satu khazanah sastra yang mendapat penghargaan besar dari bangsanya sendiri dan diklasifikasikan sebagai salah satu ”Buku Ibu” sastra tradisional Arab. Katharina Momsen menyebutkan, kisah ini mempunyai pengaruh kuat dalam karya-karya Goethe. Ia mulai tertarik dengan cerita-cerita itu semenjak kecil dari ibu dan neneknya. Sehingga wajar kisah sastra milik bangsa Arab ini memiliki tempat tersendiri di hati Goethe. Tidak dari sisi pembahasaan saja, tapi juga isi, pola penulisan dan nilainya. Dalam beberapa puisinya, Goethe banyak menyebut ”Syahrazaad” (tokoh pencerita dalam Seribu Satu Malam). Memerankannya untuk mengungkapkan perasaan tertentu. Seseorang yang mengkritik kumpulan karya Goethe, akan menemui suatu pola penulisan baru yang selalu ia gunakan. Goethe dalam beberapa karyanya sengaja membanding-bandingkan diri kepenyairan dengan Syarazaad, yang dengan begitu ia mendapati sisi-sisi unik kepenyairan dalam karakteristik Syahrazaad. Hal ini sangat mempengaruhi cara penulisan cerita Goethe.
Salah satu novel terkenalnya Wilhelm Meisters Wanderjahre (Tahun-tahun pengembaraan di Wilhelm Meisters), cukup membingungkan para kritikus yang mencoba mengidentifikasi dasar bangunan dan komposisi cerita. Penulisan novel ini terkesan tidak terikat dengan kaidah tertentu, bebas dan lepas. Sehingga membutuhkan penelusuran lain dari sisi kesatuan cerita dan keterkaitannya satu sama lain. Namun pencarian ini tidak akan menemukan hasil yang tepat, karena dalam menulisnya, Goethe mengakui menggunakan pola penceritaan Syahrazaad dalam Seribu Satu Malam. Novel ini ia serahkan kepada khalayak tidak dalam bentuk karya lengkap dan tuntas, namun disajikan dalam beberapa edisi dan bersambung. Berbentuk cerber atau drama dalam beberapa babak. Hal ini menurutnya demi menekankan keutuhan isi dan susunan bahasa pada setiap bagian cerita, dengan begitu khalayak akan mendapati kesan tersendiri dalam keindahan bahasa dan isinya. Pola penulisan ini juga ia gunakan dalam Unterhaltungen Deutscher Ausgewanderten (Percakapan Para Pengungsi Jerman). Karya ini ia sajikan seperti Seribu Satu Malam, bersambung dan terbagi dalam beberapa edisi. Menekankan hanya satu peristiwa dalam tiap bagian cerita, dan demikian selanjutnya dalam beberapa edisi. Karyanya yang lain dengan pola penulisan yang sama adalah Puisi dan Hakikat dan Selama Perjalanan ke Italia.
Tentunya keterpengaruhan Goethe oleh Seribu Satu Malam tidak melulu dalam pola penulisan, namun terkadang ia juga meminjam tema, judul cerita dan penokohan dari Seribu Satu Malam. Bahkan dalam satu drama yang ia tulis ketika masih muda berjudul Fantasi Pecinta, salah satu tokohnya bernama Aminah, ia ambil dari cerita Seribu Satu Malam. Di sini ia tidak hanya menggunakan nama tokoh, tapi juga memerankan Aminah sesuai setting dan karakteristik yang diperankan dalam Seribu Satu Malam. Nuansa drama ini terkesan disominasi karya sastra milik bangsa Arab itu.
D. SASTRA ARAB JAHILI
Orang pertama mengenalkan dunia Barat dengan sastra Arab jahili adalah William Jones (1746-1794), dengan bukunya Poaseos Asiaticae Commen tarii Libri Sex atau penjelasan Mu’allaqaat As-Sab’a yang di terbitkan tahun 1774. Semenjak itu karya ini mewarnai wacana sastra Barat dengan bertebarannya bentuk asli juga terjemahan-terjemahannya. Dalam banyak hal, Goethe tampak mencurahkan segenap perhatiannya pada kreativitas bangsa jahili itu. Ini bisa kita baca dari ungkapannya, ”Bangsa Arab adalah bangsa yang membangun kebesarannya dari warisan sejarah moyang dan memegang teguh adat-istiadat yang mereka anut semenjak dahulu kala.” Beberapa hal yang membuat Goethe jatuh hati pada sastra jahili. Pertama, ciri-ciri umumnya yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan dan cara hidup. Begitu juga ketinggian bahasa yang mampu menghiasi sesuatu menjadi begitu indah dengan bahasa-bahasa singkat. Selain itu, keterpautannya dengan alam, penggambaran tentang gairah hidup, tanggung jawab, keabadian cinta, kesetiaan, pengorbanan, kepatuhan dan keteguhan mereka memegang kepercayaan. Ciri-ciri ini didukung kondisi alam dan bentuk sektarian struktur sosial Arab.
Seperti banyaknya pertikaian antaretnis yang memunculkan peran-peran keperwiraan dan kejantanan dalam puisi-puisi jahili. Demikian juga cara hidup nomaden. Sehingga hampir keseluruhan sastra jahili berbentuk sastra petualangan. Buku Zulikha, yang ia tulis setelah berpisah dengan Marianne Willemer sang kekasih (1815), sangat mirip dengan langgam puisi Imru’ Al-Qays.
No comments:
Post a Comment